Bojonegoro, tribuntipikor.com
Pasca adanya beberapa rumor yang beredar dipublik serta beberapa berita di medsos yang santer dengan berbagai tanggapan dari warga medsos di FB, diiringi bertambahnya beberapa keluhan warga desa setempat yang bermunculan lagi, terkait kebijakan Pemdes Sendangharjo serta Panitia PTSL dalam membebani biaya administrasi program Pendaftaran Tanah Sistimatis Langsung (PTSL) yang mana tidak merujuk pada Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri. “Padahal menurut SKB 3 menteri, menteri Transmigrasi, menteri Agraria, dan menteri Desa tertinggal untuk zona Jawa-Bali di tetapkan maksimal 150 ribu.” Senin 13/12/2021 pukul 08:09 Wib.
Hal tersebut ternyata masih banyak warga masyarakat yang belum memahami dan mengerti terkait adanya program pemerintah yang sangat membantu warga yang tidak mampu atau kurang mampu. Bersamaan kurang tepatnya sasaran dari pihak Pemdes maupun Dinas terkait lainnya dalam memberikan pembekalan sosialisasi program sistematis pemerintah pusat tentang PTSL pada warga masyarakat desa.
Sehingga berbagai tanggapan warga masyarakat bermunculan berapapun biaya program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) akan di bayar oleh warga. Karena warga sendiri masih awam, belum bisa memahami aturan dan batasan biaya PTSL progam presiden Jokowi yang sangat meringankan dan bermanfaat bagi warga masyarakat tidak mampu atau kurang mampu tersebut.
Namun apa yang dirasakan warga masyarakat Desa Sendangharjo kecamatan Ngasem, berangsur bisa memahami dengan adanya rumor dipublik serta informasi dari berbagai medsos saat ini, yang mana pemohon PTSL tidak semua warga masyarakat setuju adanya biaya administrasi Rp. 500 sampai Rp. 600 ribu itu.
Olehnya, bagi warga yang tidak paham adanya aturan program tersebut, menganggap beban biaya administrasi itu belum seberapa bila di bandingkan dengan mengurus Sertifikat di BPN sendiri, bisa lebih mahal, akan tetapi setelah muncul beberapa berita dimedsos yang viral diFB, terkait adanya dugaan pungli biaya program PTSL dan setelah tahu adanya Surat Keputusan Bersama (SKB) zona Jawa-Bali yang ternyata aturannya tidak lebih dari Rp.150 ribu, wargapun kaget, kok bisa empat kali lipat”. Gumamnya salah satu warga.
Seperti yang disampaikan oleh PD (46) yang mengaku sebagai temannya mantan Camat Ngasem, dirinya sangat keberatan dengan adanya biaya senilai Rp. 500 ribu sampai Rp. 600 ribu, itu jelas-jelas menekan orang kecil seperti saya, padahal warga desa saat-saat ini lagi prihatin dengan adanya wabah Covid-19, disamping itu warga desa sekarang ini kan sudah banyak yang paham. (Hukum Red). “Saya juga siap kalau ada yang ingin mengkonfirmasi, terkait biaya menyampaikan keberatan itu. Ungkapnya.
Senada yang di sampaikan oleh PD (46), demikian juga dengan LS (47) dan MN (43), pun demikian adanya. Hal ini berbeda dengan HR (45), dirinya tidak mau andai biaya itu cuma di kembalikan 50%, karena menurutnya, mengembalikan uang bukan berarti harus menghilangkan Dugaan punglinya, harus tetap di proses secara hukum yang berlaku. Ungkapnya.
Disisi lain, lebih mirisnya lagi menurut YP (47) biaya itu harus di bayar lunas dulu, baru proses berkasnya bisa ikut dinaikan. Bila di tinggal ya saya naikan sendiri, ucap YP dengan nada tertekan dan sekenanya.
Dikutip: dibeberapa media onelion saat dikonfirmasi awak media Kades Sendangharjo Yuskaryanto beberapa hari yang lalu, membenarkan adanya beban biaya administrasi program PTSL Rp. 500 sampai Rp.600 ribu, yang dikatakan itu merupakan swadaya dari warga masyarakatnya.
Sampai berita ini diunggah, saat awak media tribuntipikor.com mencoba klarifikasi kepihak Camat Ngasem untuk bisa konfirmasi dan koordinasi melalui sambungan seluler WathsAppnya, terlihat WA tersebut telah dibaca, akan tetapi Camat tidak membalas WA tersebut. (Kin).
Editorial: Solikin.gy
Reporter: Kin/tim