Ketua DPRD Kabupaten Bekasi dan KAS Mulai Memanas, Akan Kirim Surat Ke APH

Bekasi, tribuntipikor.com

Menanggapi penjelasan dari ketua DPRD Kabupaten Bekasi BN.Holik, yang dimuat oleh media online kemarin, terkait pemahaman pergeseran legeslatif heavy atau peran DPRD lebih kuat. Menjadi eksekutif heavy atau posisi kepala Daerah lebih dominan seperti aturan yang dijelaskan Undang-undang Nomor 23 tahun 2014.

Dikutip dari media bratapos.com, Sebelumnya BN Holik Ketua DPRD Kabupaten Bekasi angkat bicara terkait hak jawabnya kepada Koalisi Aktivis Selatan (KAS).

“DPRD memang memiliki tiga fungsi, meliputi
fungsi legislasi, budgeting, dan controlling. Dimana ketiga fungsi tersebut merupakan bagian dari fungsi pengawasan yang tidak terpisahkan dalam rangka melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Kepala Daerah.
Namun kita juga harus memahami pergeseran legislative heavy atau peran DPRD lebih kuat manjadi eksukutive heavy dalam artian posisi Kepala Daerah lebih dominan seperti aturan dijelaskan dalam UU 23 tahun 2014 secara implisit,”ujarnya. Jum’at. (30/07/2021) melalui naskah Whats App miliknya. Berikut dengan penjelasan Pokok Pikiran (Pokir) dan Cawabup.

Menurut Koslisi Aktivis Selatan (KAS), Secara implisit ada kekeliruan pemahaman di dalam kekuasaan pemerintah sebelum amandemen.

“Menurut kami, ada kekeliruan pemahaman disini, karena berbicara tentang Government power memang sebelum amademen Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945 ada sebuah teori yang menyatakan bahwa kekuasaan dominan ada di eksekutif atau Eksekutif heavey dan Legeslatif, seolah dipaksakan hanya sebagai “rubber stamp” bagi kebijakan Eksekutif,”ujar Abad Abdullah,SE Ketua LKPKPAN-RI. Senin (2/7/2021) di Komplek Perkantoran Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi.

Tetapi pasca Amandemen, Abad melanjutkan “Undang-Undang Dasar 1945 terjadi separation of power , singkatnya adalah yang kita pahami saat ini sebagai dokterin Konsitusional yang membagi kekuasan pemerintah kedalam tiga bagian yang saling berhubungan erat yang kita kenal dengan Trias Politica,”katanya.

Abad juga menilai, statement ketua DPRD terkait pemahaman bahasa diduga ada kekeliruan, sehingga menjadi sebuah tantangan bagi KAS menjawab pemaparan ketua DPRD kemarin.

“Semoga statement Ketua DPRD yang merupakan bagian dari pimpinan DPRD Kabupaten Bekasi hanyalah sebuah kekeliruan saja dalam pemahaman istilah tata bahasa. Tetapi kalau sampai keliru dalam perspektif tata kelola pemerintahan jelas ini potensi ancaman bagi demokrasi di Kabupaten Bekasi. Dan DPRD tidak akan dapat menjaga marwah parlemen daerah, karena kegagalan memahami fungsi dan wewenangnya. Dikhawatirkan pada akhirnya akan menimbulkan disorientasi parlemen, karena membuka potensi untuk di Dikte oleh eksekutif akibat dari kekeliru memahami paradigama tentang separation of power dan Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemda,”urainya

Diakuinya, dirinya belum menemukan aturan yang menyatakan dominasi kepala daerah terhadap eksekutif dalam perspektif hak fungsi dan wewenang legeslatif.

“Kami sebagai warga Kabupaten Bekasi mengingatkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat, terkait pemahaman Eksekutf Heavy (Kekuasan Dominan di Eksekutif) itu adalah sistem Birokrasi masa lalu yang melahirkan Otoritarianisme. Justru hari ini, pemerintahan kita menerapkan konsep Trias politica sebagai Chek and Balance untuk mencipatakan Good governance dan Clean governance, didalan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentantang Pemda di sebutkan secara terang benderang, bahwah Kepalah Daerah dan DPRD mempunyai kedudukan Sejajar dalam pengelolah pemerintah Daerah,”terang ketua LKPKPAN-RI dalam diskusinya bersama tim KAS.

Ditempat yang sama, Ergat Bustomy ketua LSM KOMPI, dia menilai kinerja DPRD Kabupaten Bekasi mulai melemah terlihat dari Budgeting, Controling dan legeslasi. Diantaranya terkait pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Bupati Bekasi tahun 2020.

“Ketika membahas Biaya Tak Terduga (BTT) Anggaran Covid 19, terkesan DPRD Kabupaten Bekasi diabaikan dan tak Berdaya mengahadapi oragansi Eksekutif, dan juga ketika memanggil salah satu dinas untuk mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran Covid -19 tersebut. Pada akhirnya terbukti adanya Indikasi kelalaian lebih bayar Pajak PPn dan PPh Kisaran 9 miliar dari dinas terkait. Idealnya, DPRD tahu penyebab kelalaian tersebut dan memberikan rekomendasi perbaikan kedapannya, dan hal tersebut dapat diinformasikan dirapat paripurna,”ungkapnya.

“Tetapi dirapat paripurna pun, rekomendasi dan pandangan fraksi tidak dibacakan pada rapat paripurna yang digabungkan dengan rapat paripurna pelantikan PAW anggota DPRD kabupaten bekasi. Jika mengacu akan fungsi yang meleket di DPRD salah satunya fungsi controlnya dapat dengan mudah menggunakan haknya untuk “memaksa Eksektuf “ membuka secara terang benderang mekanisme pengelolaan anggaran tersebut.

“Lemahnya control dari DPRD Kabupaten Bekasi sehingga mengakibatkan molornya agenda rapat paripurna LKPj Bupati tahun 2020. Seharusnya sekarang sudah dimulai pembahasan PPABPD (Pertanggung jawaban Pelaksanaan Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah ) tetapi sampai dengan hari ini belum ada Informasi terkait pembahasan PPAPBD terebut, dibidang Legeslasi beberapa Peraturan Daerah yang krusial, sampai hari ini belum terealisasi seperti, Perda RTRW, Perda Lahan Pertanian Abadi, ini salah satu indikator lemahnya Kinerja dari DPRD Kabupaten Bekasi,”tegas Ergat.

Ergat juga menyinggung terkait Pemilihan Wakil Bupati (Pilwabup) di Kabupaten Bekasi yang memakan durasi panjang sampai saat ini DPRD Kabupaten Bekasi belum bisa menentukan sikap.

“Menurut kami, proses Pilwabup ini sangat menyita energi dan anggaran daerah, sehingga DPRD terkesan berfokus dan disibukan dengan proses Pilwabup ini. Jangan sampai kinerja pundamentalnya yang mewakili rakyat terabaikan, apa lagi di tengah pandemi ini, sangat diharapkan kinerja DPRD terutama dalam menyerukan suara rakyat kepada eksekutif serta menentukan kebijakan-kebijkan yang pro rakyat, dan memastikan bahwa kebijakan itu terlaksanakan,”harapnya.

Dikatakan juga oleh Mat.Atin,SE (Ujo) Ketua JAPMI Kabupaten Bekasi, dari beberapa kajian statement ketua DPRD Kabupaten Bekasi, dirinya khawatir ini salah satu faktor yang membuat kinerja DPRD minim prestasi.

“Melalui Pejelasan Kami ini dan beberapa kajian yang kami lakukan terkait Kinerja DPRD dan statement Ketua DPRD yang menyatakan Esekutif heavy atau Dominasi Kepalah Daerah dalam pengelolaan Pemerintahan Daerah, kami khawatir ini salah satu faktor yang membuat kinerja DPRD minim prestasi dalam menjalankan fungsi legeslasi. Menjalankan controling juga seakan tidak berdaya dalam mengahadapi eksekutif, terkesan eksekutif “Lost Control” dari DPRD,”ucap dia (Ujo).

Dan terkait Pilwabup masih kata Ujo, dimana anggaran yang tidak sedikit digunakan Panlih dalam proses tersebut dan ditambah Pimpinan DPRD melalui Ketua DPRD telah menebar undangan terkait Pengesahan dan akan dilakukan paripurna pelantikan Cawabup, tetapi sampai hari ini belum juga ada resolusi dari DPRD Kabupaten Bekasi.

“Terkait hal tersebut dan indikator-indikator lainnya membuat kami menduga Disorentasi fungsi dan wewenang dari pimpinan DPRD. Sehingga kami memutuskan untuk berkirim surat ke APH (Aparat Penegak Hukum) dan DPP (Dewan Pemipinan Pusat) Partai – Partai yang di nauangi oleh Pimpinan DPRD Kabupaten Bekasi, kami akan meminta untuk mengevaluasi kinerja Kader Partai tersebut dalam menjalankan Konstitusi mewakili rakyat Kabupaten Bekasi. Sehingga masyarakat tidak merasa di kecewakan, dan kinerja wakil rakyat dari partai tersebut merupakan reversentatif dari rakyat,”pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *