Revisi UU Pemilu: Jalan Menuju Demokrasi yang Lebih Adil, Murah, dan Mudah

Jakarta, Tribuntipikor Online _

6 Mei 2025 —
Wacana revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) kembali mencuat pasca Pemilu 2024. Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tanjung, menjadi sosok sentral dalam mendorong agenda ini. Ia menyuarakan pentingnya melakukan reformasi politik secara menyeluruh demi menciptakan sistem pemilu yang lebih adil, sederhana, dan terjangkau bagi semua pihak, khususnya rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.

Menurut Doli, revisi UU Pemilu bukan hanya rutinitas legislatif, melainkan langkah strategis untuk memperbaiki wajah demokrasi Indonesia secara menyeluruh. Ia menyebut bahwa Pemilu 2024 telah memberikan banyak catatan penting yang tak boleh diabaikan.

“Kita tidak bisa lagi menunda. UU Pemilu harus segera direvisi dan itu harus dimulai dari sekarang. Jika tidak, kita akan mengulang kesalahan yang sama di 2029″

Tingginya Ambang Batas Parlemen: Banyak Suara Rakyat Terbuang

Salah satu isu paling krusial dalam wacana revisi ini adalah soal ambang batas parlemen atau parliamentary threshold yang saat ini berada di angka 4 persen. Dalam Pemilu 2024, lebih dari 13 juta suara sah rakyat tidak masuk ke DPR karena partai mereka tidak mencapai ambang batas tersebut.

“Demokrasi tidak boleh mengabaikan suara sebanyak itu,” kata Doli. “Kalau ada jutaan suara sah rakyat yang tak terwakili, artinya ada yang salah dalam sistem”

Doli mendorong adanya kajian rasional, ilmiah, dan melibatkan para pakar serta masyarakat sipil untuk menentukan angka threshold yang lebih proporsional. Ia juga membuka peluang agar threshold diturunkan atau disesuaikan dengan sistem pemilu yang lebih akomodatif terhadap keberagaman politik di Indonesia.

Satu Paket Revisi: UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU Partai Politik

Ahmad Doli juga mengusulkan pendekatan yang lebih komprehensif dalam melakukan revisi, yaitu dengan menyatukan pembahasan UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU Partai Politik dalam satu paket legislasi terpadu. Menurutnya, ketiga undang-undang tersebut saling terkait dan tak bisa dibahas secara terpisah.

“Tidak mungkin bicara tentang sistem pemilu tanpa menyentuh partai politik dan penyelenggaraan pilkada. Semuanya saling berkaitan. Maka harus dibahas dalam satu napas”

Langkah ini juga mendukung agenda nasional dalam RPJMN 2025–2029 yang menargetkan kodifikasi dan harmonisasi hukum politik sebagai bagian dari reformasi hukum nasional.

Dimulai di Awal Periode, Bukan Menjelang Pemilu

Salah satu kekhawatiran terbesar dalam setiap revisi UU Pemilu adalah waktunya yang kerap dilakukan menjelang pemilu berikutnya. Doli menegaskan bahwa revisi kali ini harus dimulai sejak awal periode 2024–2029 agar hasilnya matang dan tidak sarat dengan kepentingan politik jangka pendek.

“Kalau kita mulai sekarang, kita punya waktu 3–4 tahun untuk menyempurnakan, menguji publik, bahkan melakukan simulasi. Ini pendekatan yang jauh lebih demokratis dan transparan”

Mewujudkan Politik yang Mudah dan Murah

Salah satu cita-cita besar Doli dalam mendorong revisi UU Pemilu adalah menciptakan sistem politik yang tidak lagi mahal dan rumit. Menurutnya, saat ini biaya politik begitu tinggi, baik bagi peserta pemilu maupun penyelenggara. Hal ini menimbulkan dampak negatif berupa pragmatisme politik, korupsi, hingga rendahnya partisipasi politik bermutu.

“Kita ingin sistem pemilu yang sederhana, murah, dan mudah. Politik Indonesia harus menjangkau semua kalangan. Jangan sampai hanya yang punya modal besar yang bisa ikut bermain”

Baginya, demokrasi yang ideal bukanlah demokrasi yang mewah dan eksklusif, melainkan demokrasi yang efisien, transparan, dan memanusiakan rakyat. Revisi UU Pemilu harus menjadi pintu masuk menuju politik yang lebih inklusif, bukan eksklusif.

Saatnya Demokrasi yang Berkualitas

Ahmad Doli Kurnia Tanjung menegaskan bahwa revisi UU Pemilu bukan sekadar pembenahan teknis, tetapi bagian dari upaya membangun demokrasi yang lebih bermartabat. Dengan membuka ruang partisipasi luas, menyederhanakan sistem, dan menjamin representasi yang adil, ia berharap Indonesia bisa memiliki sistem pemilu yang lebih sehat, murah, mudah, dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

“Ini adalah momentum untuk membangun sistem politik yang lebih baik dan demokratis. Revisi UU Pemilu harus menjadi prioritas bersama”pungkas Ari Supit (Red)

Pos terkait