Kabupaten Semarang, tribuntipikor.com
Terkait penayangan berita yang telah tayang di website www.rpkrilawankorupsi.com dengan judul “Lingkaran Mafia BBM Di SPBU Kabupaten Semarang Dan Salatiga Di Jawa Tengah Sangat Memprihatinkan Butuh Tindakan Tegas APH” menimbulkan dampak negatif bagi para awak media online Jawa Tengah.
Pasalnya dalam isi berita tersebut dirinya menyebut bahwa “beberapa bukti berita online milik oknum awak media yang diduga telah melakukan mediasi dan menerima suap untuk melakukan text down (Penghapusan Berita ), jelas hal ini juga merugikan masyarakat seharusnya mereka para mafia BBM dilaporkan ke APH untuk dapat ditindaklanjuti secara hukum yang proposional dan adil, bukannya malah jadi keuntungan pribadi oknum awak media terhadap temuannya”.
Seharusnya sebagai sesama media online tidak boleh melakukan meng-judge awak media yang lain dengan beranggapan bahwa melakukan takedown(penghapusan berita) terkait dengan temuan aktivitas mafia solar tersebut. Padahal dalam faktanya pun awak media yang membuat pemberitaan tersebut telah melakukan klarifikasi kepada aparat penegak hukum terkait guna adanya tindak lanjut dengan tegas terhadap pelanggaran BBM bersubsidi jenis solar tersebut. Dengan adanya penyelesaian masalah berita tersebut maka berita tersebut akhirnya di ralat / menggunakan hak jawab berdasarkan fakta di lapangan.
Tanggapan dari pers atas Hak Jawab dan Hak Koreksi tersebut merupakan kewajiban koreksi sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka 13 UU Pers. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan. Kewajiban koreksi ini juga merupakan bentuk tanggung jawab pers atas berita yang dimuatnya.
Penegasan mengenai hal tersebut juga ditegaskan Hinca IP Panjaitan dan Amir Effendi Siregar dalam buku yang berjudul Menegakkan Kemerdekaan Pers: “1001” Alasan, Undang-Undang Pers Lex Specialis, Menyelesaikan Permasalahan Akibat Pemberitaan Pers. Mereka menulis bahwa UU Pers adalah ketentuan khusus yang mengatur tentang pelaksanaan kegiatan jurnalistik: mulai dari mencari, memilah, dan memberitakannya sampai ke mekanisme penyelesaian permasalahan yang timbul akibat pemberitaan pers (hal. xvii). Oleh karena itu, menurut mereka, dalam menjalankan kegiatan jurnalistiknya, wartawan tidak dapat dihukum dengan menggunakan KUHP sebagai suatu ketentuan yang umum (lex generali). Dalam hal ini berlakulah asas yang universal berlaku, lex specialis derogate legi generali. Ketentuan khusus mengesampingkan ketentuan yang umum.
Sebagai wartawan online, kami melakukan doorstop, transkrip wawancara, hingga upload. Yang mungkin kami lupa: Melakukan revisi, atas hasil kerja jurnalistik maupun atas diri sendiri.
**Andi Prasetyo**