Terkait Pemberitaan 10 Juta Bendera, Seorang Wartawan Merasa Terintimidasi

Bojonegoro Jatim, tribuntipikor.com

Sesuai dengan profesi dan porsinya, seorang Wartawan dalam menyajikan sebuah pemberitaan selalu berpedoman dengan Nara Sumber yang didapat dan fakta adanya, serta dalam hal itu, Wartawan juga dilindungi oleh Undang-undang Jurnalistik dalam menjaga Marwah Nara Sumber ketika menaikkan dan/atau menayangkan sebuah pemberitaan.

Dalam hal ini, terkait adanya sebuah pemberitaan yang meluruskan berita dari dinas Kominfo, ternyata dari pihak Kepala dinas Bakesbangpol telah memangil seorang Wartawan, tepatnya pada Rabu (03/08/2022) siang hari.

Dalam penyampaiannya kepada awak media Tribuntipikor.com, seorang Wartawan tersebut secara pribadi sangat kecewa atas tindakan Kepala Bakesbangpol, yang telah memangil dirinya, dan memarahinya, kata Wartawan yang tidak mau disebut namanya tersebut.

Bahkan, lanjutnya, Kadin Bakesbangpol Pak Mahmudi bilang kepadanya, “jadi kalau sampean kayak gini kan nantinya saya malah sulit atau kurang terbuka di saat sampean mencari berita lagi”, ucapnya menirukan

Untuk itu, dalam kata-kata ini, dirinya menduga ada indikasi bahwa telah mengancam dirinya. Dalam arti, apakah ia akan di persulit saat mencari berita. Imbuhnya.

“Disampaikan, dalam menulis berita nya, dirinya sudah menuliskan dengan apa yang sudah didengar dan apa yang ia rekam dalam telfon genggamnya. Bahkan, itu tidak semuanya dia tulis, dalam komentarnya, “Pak Mahmudi. Dan jika ia mau, dia akan menulis sumber yang didapat semuanya, mungkin lebih dari itu, semisal, termasuk bahwa belum jelasnya berapa jumlah Bendera merah putih yang di bagikan, dan lebih mirisnya lagi, ternyata dengan simbolisnya hanya 5 bendera saja.

Diceritakan lebih jelas, sebenarnya dalam beritanya yang di minta oleh kepala dinas Bakesbangpol dalam menghapusnya adalah kata-kata Tadi Malam Saya Sudah Klarifikasi Langsung ke Pihak Kominfo, dan Saya Sudah Jelaskan ke Kominfo, nah! kata-kata itu yang dia minta untuk menghapus atau memintak untuk tidak menyertakan, karena dia pikir kata-kata itu tidak baik, dan tidak enak oleh pihak Kominfo.

“Dan menurutnya, lebih kecewanya lagi, kemudian dia di telfon dan di panggil di kantornya hanya di minta untuk menghapus itu, dan memarahi nya, ini dan itu, tidak boleh di rekam serta meminta rekaman barang buktinya untuk di kirim ke dia. Ulasnya.

Sebenarnya, menulis berita, sesuai fakta rekaman untuk tayang dan tidaknya, itu kan hak media. Baginya, ia sudah menulis sesuai fakta di rekamannya, sesuai apa yang mereka katakan kepadanya di saat telfon.

Terkait hal itu, jika dia melarang komentarnya itu untuk tidak di ikut sertakan, seharusnya dia mengucapakan, “ini Off the records”, itu barulah kita pihak media tidak boleh menulisnya.

Diakhir penyampaiannya, ia juga mengatakan bahwa sejujurnya, kalau dirinya memang tidak bisa menghapus atau mengedit berita yang tidak sesuai, sebab ia telah menulis sesuai dengan fakta di lapangan. Dan yang lebih berhak dan bisa mengedit berita, itukan seorang Pimred, pihak Redaksi, bukan dirinya. Karena, ia hanya seorang Wartawan, Repoter atau Jurnalis yang diutus oleh Pimred mencari berita.

Disisi lain, saat dirinya mencoba mengklarifikasi terhadap pihak dinas Bakesbangpol terkait hal ini, ternyata tidak ada jawaban sama sekali. Pungkasnya. (Kin)

Reporter: Solikin.gy
Editorial: Solikin.gy

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *