Bojonegoro, tribuntipikor.com
Merujuk Surat Edaran (SE) tertanggal 08 Juni 2021, tertanda tangani oleh Lurah Kadipaten, Toni Kusbiyanto. S.H perihal tunggakan PBB Th, 2013 s/d 2020 Kelurahan Kadipaten. Menimbang serta mengingat Setiap warga masyarakat atau negara tentu memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan publik dari pemerintah. Hal tersebut ternyata tidak didapatkan oleh seorang warga di Kelurahan Kadipaten Kecamatan Bojonegoro Kabupaten Bojonegoro.
Penolakan pemberian pelayanan publik berupa pembuatan surat keterangan tidak mampu (SKTM) ini sempat viral di media sosial facebook yang diunggah salah satu akun nafisa dilla di grup Media Bojonegoro pada senin (06/12/2021).
Pihak kelurahan membenarkan, bahwa memang ada salah satu warga Gg. Cokro RT 1 kelurahan Kadipaten yang meminta pembuatan SKTM dan belum bisa dilayani, karena adanya tunggakan pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan (PBB- P2).
Dirinya juga berkilah, kebijakan ini perlu diambil untuk mencapai target PBB-P2 yang sangat rendah di Kelurahan Kadipaten, meski tidak diatur dalam Perda. Menurutnya masyarakat memang memiliki hak, namun juga memiliki kewajiban yang harus dipenuhi.
”Memang benar ada yang meminta SKTM namun belum kita layani karena ada tunggakan PBB-P2 bertahun-tahun,” Kata Lurah Koestanto Heksa P. S.E.
Ketika ditanya dasar aturan mana yang digunakan sebagai sanksi penunggak PBB-P2 hingga ditundanya pelayanan publik, dirinya tidak bisa menunjukkanya. Mereka beralasan hal tersebut memang hanya kebijakan dari pihak kecamatan menyusul adanya surat dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) yang diteruskan ke Kelurahan untuk memenuhi target penerimaan PBB-P2.
”Kalau ditanya mengacu aturan mana memang tidak ada, kita hanya mengikuti intruksi dari Kecamatan setelah adanya surat dari pihak Bapenda Bojonegoro,“ Imbuhnya.
Sebagaimana diketahui aturan mengenai sanksi bagi penunggak PBB-P2 telah diatur dalam Perda 11 tahun 2020 tentang perubahan ketiga Perda nomor 14 tahun 2011 tentang pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan.
Dan yang terbaru pada bulan Oktober tahun 2021 telah disahkan perubahan keempat atas Perda nomor 14 tahun 2011 tentang pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan.
Sanksi yang tercantum dalam Perda tersebut adalah sanksi administratif berupa denda sebesar 2 persen setiap bulan bagi penunggak pajak. Namun tidak ada pasal yang menyebutkan tentang ditundanya pelayanan publik akibat adanya tunggakan pajak.
”Jadi harus imbang, jangan hanya meminta hak, tapi tidak dipenuhi kewajibanya,” Tegas Koestanto.
Koestanto mengaku juga hanya meneruskan kebijakan tersebut dari pemimpin sebelumnya. Yang mana kebijakan ini sudah berlaku sebelum ia menjadi Kepala Kelurahan di Kadipaten tahun 2021.
Ia juga menyampaikan jika ada keberatan dengan nominal PBB-P2 warga bisa mengajukan keberatan di Bapenda sehingga bisa dicarikan jalan keluar. Pungkas Kepala Kelurahan. (Kin)