Ratusan Dapur Arang Yang Beroperasi di Kawasan Pesisir Aceh Tamiang, Kota Langsa dan Aceh Timur, sebahagian besar Diduga Tidak Memiliki Perizinan Alias Ilegal.

Langsa, tribuntipikor.com

Ratusan dapur arang yang beroperasi di kawasan pesisir Aceh Tamiang, Kota Langsa dan Aceh Timur, sebahagian besar diduga tidak memiliki perizinan alias ilegal.

Dapur-dapur arang tersebut setiap harinya membutuhkan puluhan ribu batang kayu mangrove yang akan dijadikan bahan baku pembuatan arang.

Kita menduga KPH III selalu menutup mata seolah tak pernah melihat ataupun tidak mau tahu adanya dugaan praktek ilegal para cukong arang yang memperkaya diri dengan membuka usaha dapur arang.

Yang lebih menyedihkan lagi, puluhan ribu batang kayu bakau/mangrove yang setiap harinya dibawa oleh para pekerja kasar penerbangan kayu bakau dibawa kedapur arang tersebut, dan diduga sebahagian berasal dari hutan lindung (HL). Yang menjadi pertanyaan besar bagi banyak kalangan masyarakat, mengapa KPH III dan aparat penegak hukum berdiam diri saja. Sehingga keberadaan dapur arang tanpa ada pengawasan sama sekali.

Hari ini kerusakan hutan mangrove adalah salah satu faktor pendukung terjadinya abrasi dan erosi didaerah pesisir, juga rusaknya ekosistem sumber daya alam yang bergantung terhadap hutan mangrove.

Kerusakan hutan mangrove disebabkan faktor, seperti alih fungsi menjadi kebun sawit, pertambakan dan perambahan hutan mangrove yang dijadikan bahan baku pembuatan arang diketiga kabupaten tersebut terdapat ratusan bahkan ribuan dapur arang.

Saat wartawan Maliqnews mengkonfirmasi ke kapala KPH wilayah III melalui pesan whatsapp, alih-alih mendapatkan jawaban yang memuaskan, Kepala KPH wilayah III malah memblok whatsapp.

Kita berharap kementrian kehutanan dan lingkungan hidup Republik Indonesia untuk mengaji ulang keberadaan KPH III dan KPH lainnya. Karena wilayah kerja KPH terlalu besar sampai beberapa kabupaten/kota sehingga pengawasan dan penanganan hutan tidak maksimal dan memadai.

Mana mungkin satu buah Instansi dengan cakupan wilayah yang luar biasa luasnya, contohnya KPH wilayah III, cakupan wilayah KPH tersebut seperti Aceh Tamiang, Kota Langsa, Aceh Timur, sebahagian Aceh Utara, Sebahagian Aceh Tengah, sebahagian Bener Meriah dan sebahagian Gayo Lues. Untuk itu perlu kajian kembali dan sebaiknya dikembalikan kepada daerah masing-masing, karena sudah tentu lebih mengetahui peta wilayah dan lebih terkoordinir juga lebih mudah untuk diawasi. (WenTo / Vio Sari )

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *