Bogor, tribuntipikor.com
Senin 29 Desember 2020. Ketua DPC Persatuan Wartawan Republik Indonesia (DPC PWRI) Kabupaten Bogor, Rohmat Selamat, bersama sejumlah awak media anggota PWRI, malakukan kunjungan investigasi ke lokasi wisata Curug Ciampea, yang terletak di Kampung Sinar Wangi, Desa Tapos 1, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor pada hari Minggu (27/12/2020).
Rohmat Selamat menjelaskan, kunjungan investigasi kali ini bertujuan untuk melihat secara langsung kondisi lokasi wisata tersebut, yang dinilai melanggar sejumlah ketentuan yang berpotensi merusak konservasi hutan.
Dari pantauan kami di lapangan, terdapat perambahan hutan walaupun rumput dan pepohonan kecil, adanya bangunan toilet dan sepsiteng secara permanen, adanya beberapa tiang listrik yang belum rampung dikerjakan oleh pihak pengelola adalah suatu kesalahan. Kami juga menemui salah seorang warga kebetulan sebagai ketua RT 03/07 bernama Sapri dan mengakui bahwa pembuatan toilet dan hal lainnya adalah inisiatif dirinya sebagai pengelola,” kata Rohmat.
Lanjut Rohmat, jika merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999, hutan memiliki fungsi pokok, meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi. Setiap orang juga tidak di izinkan membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi-fungsi pokok hutan tersebut. Apalagi seperti kita lihat di lokasi ini ada beberapa titik bekas pembakaran yang di lakukan pengunjung tanpa adanya pengawasan dan teguran dari pihak pengelola.
Masyarakat maupun pengelola harus diedukasi bagaimana menjaga dan memfungsikan hutan dengan benar. Sebab, jika hutan rusak akan berakibat terganggunya sistem hidro-orologis bisa mengakibatkan pula kekeringan pada musim kemarau karena tidak berfungsinya hutan untuk menjaga tata air,hal ini yang harus kita edukasi kepada masyarakat agar menjaga kelestarian lingkungan termasuk kawasan hutan wisata curug ciampea” ujarnya.
Jadi sangat jelas dalam undang-undang nomor 41 tahun 1999 sudah begitu kompleks pengaturan dan ketentuan yang tertuang di dalamnya. siapa dengan sengaja melanggar ketentuan pasal 38 dan 50 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun, dan denda maksimal Rp 10.000.000.000., tergantung dari pasal dan ayat yang dilanggar,” tutup Rohmat, juga seorang pemerhati lingkungan hidup.
Ia menghimbau dan berharap dinas terkait dapat mengambil kebijakan tegas mengenai permasalahan tersebut, karena menurutnya, perambahan dan pengrusakan hutan lindung meski berskala kecil, tidak menutup kemungkinan akan ada perambahan dan pengrusakan hutan lindung berskala besar nantinya akibat keserakahan manusia. (Jos/PWRI Tim)