Ujian Pertama Pengurus Baru PKS Kuningan: Mampukah Menuntaskan Kasus Lama?

Kuningan|Tribun TIPIKOR.com


Setelah diumumkannya susunan baru Dewan Pengurus Tingkat Daerah (DPTD) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kabupaten Kuningan, termasuk formasi Dewan Etik Daerah (DED) dan Majelis Pertimbangan Daerah (MPD), publik menaruh ekspektasi tinggi. Dominasi wajah-wajah muda dalam kepengurusan kali ini dipandang sebagai peluang segar bagi PKS untuk bergerak lebih lincah, sekaligus lepas dari beban masa lalu.

Namun, di balik euforia tersebut, ada sorotan tajam terhadap pergantian posisi Sekretaris Umum DPTD. Pertanyaan publik pun mengemuka: apakah rotasi itu murni proses regenerasi, atau justru bagian dari sanksi atas pelanggaran etika publik yang pernah menyeret pejabat sebelumnya?

Informasi A1 yang beredar menyebutkan, pejabat Sekretaris Umum sebelumnya tidak hanya diminta mundur dari jabatannya di struktur partai, melainkan juga diminta melepas posisi sebagai Ketua Fraksi PKS di DPRD Kuningan. Namun, hingga kini publik masih bertanya-tanya: apakah sanksi itu benar-benar dijalankan atau sekadar berhenti sebagai wacana internal?

Aktivis pemuda yang juga mahasiswa BKPI Sekolah Tinggi Agama Islam Kuningan (STAIKU) AA Fauzi, menekankan bahwa struktur baru PKS harus mampu membuktikan diri sebagai penjaga moralitas politik.

“PKS dikenal sebagai partai yang membawa identitas perjuangan moral. Maka struktur baru ini punya tugas besar: mengembalikan kepercayaan publik, membersihkan partai dari beban lama, sekaligus melahirkan terobosan program kerja yang nyata,” ujar Fauzi.

Ia juga mengingatkan, kasus yang melilit salah satu anggota dewan PKS saat ini masih dalam proses di Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Kuningan. Babak baru bahkan dimulai setelah Forum Masyarakat Peduli Kemanusiaan (FMPK) Kabupaten Kuningan sebagai pelapor utama menyerahkan tambahan bukti dan keterangan baru.

Pada 25 Juli 2025, dalam audiensi Forum Masyarakat Peduli Kemanusiaan (FMPK) dengan DPTD PKS, pihak partai sendiri melalui Ketua DED saat itu Toto Winarto, mengakui adanya sanksi terhadap Sekretaris Umum PKS Kabupaten Kuningan sebelumnya terkait dengan pelanggaran etika publik. Ketua DED PKS saat itu bahkan meminta pelapor untuk menyerahkan fakta tambahan jika ditemukan.

Menindaklanjuti hal itu, pada 29 Juli 2025 FMPK resmi menyerahkan fakta-fakta baru kepada berbagai pihak, mulai dari BK DPRD Kuningan, DED, MPD, hingga DPTD PKS. Fakta tambahan tersebut meliputi Jawaban Tambahan atas Pertanyaan Sidang BK dan Alat Bukti Tambahan, meliputi saksi seperti pada bukti rekaman, bukti petunjuk berupa rekaman audio dan tangkapan layar, serta saksi ahli hukum pidana yang diajukan pelapor: Prof. Dr. Suwari Akhmaddhian, SH., M.H. dan Syarif Hidayat, S.Sy., M.H.

Fauzi yang kerap melakukan advokasi masyarakat menilai, kehadiran ahli hukum tersebut krusial untuk memastikan objektivitas BK DPRD maupun DED PKS dalam mengambil keputusan.

“Masyarakat tidak ingin kasus ini berhenti di meja politik internal. Yang dibutuhkan adalah kepastian sanksi, tegaknya etika publik, dan akuntabilitas yang jelas. Jangan sampai masyarakat merasa dibohongi,” tegas Fauzi.

Iya juga menutup dengan peringatan keras. “PKS selalu mengusung tagline bersih, peduli, profesional. Kalau tagline ini hanya berhenti sebagai slogan tanpa implementasi, maka kepercayaan publik akan runtuh. Kami akan memastikan proses ini tidak berhenti di tengah jalan,” tegas Fauzi.

Kasus ini kini menjadi ujian besar pertama bagi kepengurusan baru PKS Kuningan. Publik menunggu apakah DPTD, DED, dan MPD mampu menunjukkan keberanian moral untuk menegakkan sanksi berdasarkan fakta hukum dan etika, atau justru membiarkan publik terjebak dalam kabut retorika politik yang melelahkan.

====

Pos terkait