Warga: Tidak ada pemberitahuan resmi ke warga. Ini uji coba atau produksi beneran, kami tidak tahu.
Bojonegoro Jatim, tribuntipikor.com //
Harapan warga Desa Sukowati, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro, untuk hidup dengan udara segar kembali terancam. Pabrik pengolahan tembakau PT Sata Tec Indonesia yang sempat disegel karena polusi bau, kini mulai beroperasi lagi dengan dalih uji coba sejak Selasa (15/07/2025).
Ironisnya, aktivitas uji coba ini justru memunculkan tanda tanya besar, benarkah hanya sebatas trial teknis? Atau hanya akal-akalan untuk memproduksi penuh tanpa pengawasan ketat? Yang jelas, bau menyengat sudah kembali menyelusup ke rumah warga.
“Sekitar jam setengah tiga sore operasional truk sudah terlihat keluar masuk, produksi tampaknya mulai jalan, bau tembakau langsung tercium sampai ke pemukiman. Belum ada perubahan signifikan sama sekali,” kata seorang warga Sukowati, Selasa petang.
Sejumlah warga mengaku sudah melaporkan keluhan bau polusi ini ke Satpol PP dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bojonegoro, namun belum ada tindakan konkret.
“Tidak ada pemberitahuan resmi ke warga. Ini uji coba atau produksi beneran, kami tidak tahu, warga hanya disuguhi bau,” tambah warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Pabrik PT Sata Tec berada hanya selemparan batu dari kawasan sekolah, mulai PAUD, TK, hingga SD, warga masih ingat betul peristiwa sebelum penyegelan, ketika anak-anak terpaksa dipulangkan lebih awal gara-gara bau tembakau menyengat yang mengganggu proses belajar mengajar.
“Dulu anak-anak sempat dipulangkan karena baunya bikin mual. Sekarang kalau produksi lagi, harusnya ada jaminan polusi teratasi. Jangan hanya janji di atas kertas,” ujar Wibowo, pemerhati sosial masyarakat Sukowati.
Sejak awal, pabrik pengolahan tembakau ini sudah penuh kontroversi, kajian Amdal dipertanyakan, jarak aman ke pemukiman minim, hingga komitmen pengelolaan limbah udara yang belum terbukti, lanjutnya.
Pemerintah memang sempat menyegel pabrik ini, tapi segel terbukti hanya simbolis: mudah dipasang, mudah dicabut. Kini, polusi bau kembali menyebar, tapi siapa yang bertanggung jawab?
“Beriklan rokok saja dilarang dekat lembaga pendidikan, ini malah pabriknya berdiri di depan sekolah, kalau tidak ada pengawasan ketat, apa gunanya aturan?” kata Wibowo.
Sementara pihak pabrik mengklaim uji coba operasional hanya berlangsung satu bulan ke depan, namun publik menuntut transparansi: mana laporan hasil uji emisi terbaru? Apakah sudah ada pembaruan filter udara? Siapa yang memverifikasi? Ujar Wibowo.
Sayangnya, hingga kini belum ada papan informasi teknis di sekitar lokasi pabrik yang menunjukkan detail hasil kajian terbaru, celah ini membuka peluang produksi diam-diam tanpa pengendalian polusi yang memadai.
Masyarakat kini berharap Satpol PP, DLH, dan pemerintah desa tidak hanya pasang telinga, tapi juga bertindak nyata. Warga tidak mau lagi jadi korban bau busuk yang merusak kesehatan, kualitas hidup, dan hak anak-anak untuk belajar dengan nyaman.
“Dampak ekonomi boleh diukur, tapi hak warga menghirup udara bersih juga wajib dilindungi. Kalau pemerintah tutup mata lagi, ini akan terus berulang,” tutup Wibowo. (King/tim)
Editorial: Korwil Jatim