Klarifikasi Mushola Pendopo Jadi Sorotan, Gibas Kuningan Desak Bukti dan Nama Donatur”

Kuningan|Tribun TIPIKOR.com

Klarifikasi Bupati Kuningan, Dr. H. Dian Rachmat Yanuar, terkait pembangunan mushola di lingkungan Pendopo yang disebut berasal dari sumbangan “sahabat pribadi”, menuai reaksi tajam dari masyarakat sipil. Ketua Gibas Resort Kuningan, Manap Suharnap, menyebut pernyataan Bupati justru memperkuat dugaan publik atas ketidakjelasan prosedur hibah tersebut.

“Kalau tadinya hanya diduga, sekarang malah ditegaskan sendiri oleh Bupati bahwa pembangunan mushola itu adalah hasil hibah dari sahabat. Ini artinya beliau justru masuk ke dalam jebakan pertanyaan hukum yang memang sedang ditunggu jawabannya oleh publik,” ujar Manap saat dikonfirmasi, Selasa (8/7/2025).

Menurut Manap, pengakuan bahwa pembangunan mushola tidak dibiayai dari APBD melainkan dari pihak ketiga, tetap mewajibkan adanya pencatatan dan pelaporan sesuai regulasi yang berlaku. Ia menekankan bahwa penggunaan aset dan fasilitas negara, termasuk lingkungan Pendopo, tunduk pada aturan hukum, termasuk dalam hal penerimaan hibah.

Desak Bukti Prosedural

Lebih lanjut, Manap menegaskan bahwa klaim hibah tidak bisa sekadar diucapkan tanpa dibarengi dokumen resmi, seperti surat hibah, berita acara serah terima, serta pencatatan oleh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).

“Jika itu benar hibah, maka wajib hukumnya dicatat dalam APBD atau setidaknya masuk dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Jangan sampai karena datang dari ‘sahabat’, lalu prosedurnya dikesampingkan,” tegasnya.

Manap mengingatkan bahwa hibah dalam konteks pejabat publik bukan hanya soal niat baik, melainkan urusan tata kelola negara yang sangat ketat dan diawasi oleh undang-undang.

Potensi Gratifikasi jika Tak Dilaporkan

Secara yuridis, Manap menyoroti beberapa aturan yang menurutnya wajib dipatuhi pemerintah daerah jika menerima hibah dari pihak ketiga, antara lain:

Pasal 166 PP No. 12 Tahun 2019, yang menyebut bahwa hibah harus dicatat dalam APBD;

Permendagri No. 77 Tahun 2020, yang mengatur hibah uang masuk ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dan hibah barang dicatat sebagai aset;

Pasal 12B UU Tipikor, yang menyatakan bahwa gratifikasi kepada pejabat publik yang berkaitan dengan jabatan, apabila tidak dilaporkan dalam waktu 30 hari kerja, dapat dianggap sebagai suap.

“Ketika kepala daerah mengaku menerima bantuan dari pihak ketiga untuk membangun fasilitas di kawasan Pendopo, maka harus ada transparansi — apakah sudah dilaporkan ke KPK? Apakah sudah dicatat di SIPD? Jika tidak, maka ini bisa masuk kategori gratifikasi,” jelasnya.

Desak Identitas Donatur Diumumkan

Gibas juga mendesak agar Bupati Kuningan secara terbuka mengungkap identitas sahabat yang disebut sebagai donatur, nilai bantuan, bentuk hibah, serta prosedur serah terimanya.

“Jika tidak diumumkan siapa donaturnya, maka justru rawan dugaan konflik kepentingan. Bisa saja, hari ini menyumbang mushola, besok mengerjakan proyek lain. Maka dari itu, transparansi itu penting,” ucap Manap.

Dorongan SOP Hibah Daerah

Sebagai langkah perbaikan, Manap menyarankan agar Pemerintah Kabupaten Kuningan segera menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) penerimaan hibah dan donasi dari pihak ketiga. Hal ini penting untuk memastikan seluruh penerimaan masuk ke dalam sistem keuangan daerah dan diawasi oleh lembaga yang berwenang.

“Mau niatnya baik, sumbangan sahabat, atau dana CSR sekalipun, kalau sudah menyangkut fasilitas negara, wajib dicatat dan dilaporkan. Kalau tidak, maka bisa jadi bumerang hukum,” pungkas Manap Suharnap.

(Red/tim)

Pos terkait