Kuningan | Tribun TIPIKOR.com
Ratusan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kabupaten Kuningan menyuarakan keluh kesah mereka dalam aksi damai yang berlangsung di depan Kantor Bupati Kuningan, Rabu (2/7/2025). Mereka menuntut agar pemerintah daerah mengkaji ulang kebijakan relokasi yang dinilai justru memiskinkan para pedagang.
Dalam aksi tersebut, puluhan PKL yang berasal dari kawasan Puspa Siliwangi, Langlang Buana, dan Taman Kota (Tamkot) Kuningan didampingi mahasiswa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Massa menyuarakan penderitaan 357 pedagang yang terpaksa berpindah ke lokasi baru yang minim pengunjung.
“Banyak yang bangkrut, bahkan ada yang bercerai karena ekonomi hancur. Ada juga yang sampai kehilangan rumah karena tak sanggup bayar utang ke bank,” ujar Romli, Koordinator Aksi dari PMII, dalam orasinya.
H. Rahmat, salah satu koordinator PKL, mengungkapkan bahwa banyak pedagang kini hanya bisa bertahan dengan berjualan secara asongan di trotoar, namun tetap diusir oleh petugas.
“Derita kami lengkap, Pak. Untuk sekadar memberi makan anak istri saja, saya kesulitan,” keluhnya.
Sayangnya, Bupati dan Wakil Bupati tidak dapat menemui langsung para pedagang. Mereka diterima oleh Penjabat Sekda Kuningan, Deni, bersama jajaran Dinas Perdagangan (INDAG), Dishub, dan Satpol PP. Aparat keamanan dari Polres, Kodim, dan Satpol PP turut mengawal jalannya aksi damai tersebut.
Saat dimintai tanggapan, Kepala Dinas Perdagangan, Trisman, enggan memberikan komentar terkait tuntutan pedagang untuk kembali berdagang di kawasan lama.
“No comment, kebijakan tertinggi ada di tangan Bupati,” ujarnya singkat.
Sementara itu, Pj. Sekda Deni menjelaskan bahwa relokasi dilakukan atas dasar regulasi dan pertimbangan estetika kota, ketertiban umum, serta upaya pemberdayaan PKL. Ia menyebut bahwa Pemkab telah memberikan insentif sebesar Rp100 ribu per bulan sebagai bentuk perhatian.
“Memang kecil nilainya, namun itu adalah bentuk komitmen kami untuk membantu para PKL,” ucapnya.
Meski demikian, para pedagang berharap adanya solusi yang lebih berpihak dan manusiawi. Mereka meminta agar pemerintah tidak hanya berpegangan pada regulasi, namun juga mendengar langsung jeritan rakyat kecil yang kini semakin terpuruk.
( Red/AH)