Bogor, –Tribun Tipikor
Peredaran obat-obatan keras golongan G seperti Tramadol, Eximer, dan Trihex secara ilegal di beberapa wilayah hukum Polres Kabupaten Bogor, khususnya di area Terminal Laladon, Kecamatan Ciomas, semakin merajalela. Ironisnya, aktivitas penjualan ini diduga terjadi secara terang-terangan, memicu pertanyaan besar mengenai efektivitas penegakan hukum di wilayah tersebut.
“Warung itu sudah lama beroperasi, pembelinya banyak sekali, dari anak-anak sampai orang dewasa,” ungkap warga setempat yang merasa prihatin. Penjualan satu butir Tramadol seharga Rp 10.000 dinilai sangat murah dan mudah diakses, berpotensi merusak masa depan generasi muda.
Hukum Tumpul?
Pasal 196 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa setiap orang yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin bisa dikenai hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar. Namun, hukum tersebut seolah tidak berdaya di hadapan para penjual obat terlarang ini. Warga setempat merasakan keresahan dan ketakutan yang mendalam melihat fenomena ini.
“Saya mohon pihak berwenang segera bertindak! Anak-anak mudah sekali mendapatkan pil itu, saya takut mereka jadi korban, mentalnya rusak, tawuran merajalela,” ujar seorang warga dengan nada putus asa. Ia menambahkan, “Warung-warung seperti itu harus ditertibkan!”
Pertanyaan Besar untuk APH
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan kritis, ke mana aparat penegak hukum? Apakah peredaran obat-obatan terlarang ini sengaja dibiarkan meracuni generasi muda Kabupaten Bogor? Atau, adakah dugaan keterlibatan oknum yang melindungi praktik ilegal ini?
Kabupaten Bogor, yang dikenal dengan semboyan “Tegar Beriman” dan seharusnya menjadi wilayah yang bersih dari peredaran obat-obatan terlarang, kini terancam menjadi sarang narkoba. Generasi muda menjadi korban, dan masa depan bangsa dipertaruhkan. Mendesak bagi pihak berwenang untuk segera mengambil tindakan tegas dan memberantas mafia-mafia penjual Tramadol demi menyelamatkan generasi muda Kabupaten Bogor.