Oleh : Ari Supit
Jakarta, Tribuntipikor Online _
19 Juni 2025 – Di tengah riuh ambisi membangun Ibu Kota Nusantara (IKN) — sebuah megaproyek yang dijanjikan menjadi lambang masa depan Indonesia yang hijau, inklusif, dan bertumpu pada teknologi canggih — terselip satu nama yang tak selalu tampil dalam sorotan kamera, tetapi perannya tak tergantikan: PT Bina Karya (Persero).
Dulu ia dikenal sebagai konsultan teknokratik: sunyi, sistematis, dan jauh dari panggung publik. Kini, perannya menjelma. Jika IKN adalah panggung masa depan Indonesia, maka Bina Karya adalah sang pengarah latar, arsitek ruang di balik layar — tak selalu tampak, namun menentukan setiap adegan, dari struktur dasar hingga ritme narasi besar yang dimainkan di atasnya.
Dari Sketsa ke Aksi: Lintasan Sejarah yang Menjelma Peran
PT Bina Karya didirikan melalui PP No. 31 Tahun 1962, di era ketika Republik masih menata diri pasca kemerdekaan. Ia hadir sebagai mitra teknis negara: mulai dari merancang jaringan irigasi, jalan raya, hingga kawasan permukiman. Peranannya saat itu mirip pena di tangan perencana, menggambar garis-garis pembangunan dalam diam.
Transformasi mulai terasa ketika statusnya berubah menjadi Persero lewat PP No. 41 Tahun 1970. Di bawah status ini, Bina Karya menjalani peran konsultan pada berbagai proyek strategis, dari sektor sipil hingga tata kota. Ia tetap tenang di balik layar, tapi senantiasa hadir dalam fondasi pembangunan nasional.
Namun titik balik sejarah datang saat Presiden Joko Widodo memutuskan untuk memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. IKN bukan sekadar pemindahan administratif, melainkan perubahan paradigma: dari kota yang tumbuh alami menjadi kota yang dirancang sejak dalam pikiran. Di sanalah Bina Karya mengambil langkah maju: dari penyusun cetak biru menjadi pengarah transformasi yang mengeksekusinya.
Pilar Hukum dan Lompatan Peran: BUMN sebagai Lengan Strategis Negara
Transformasi Bina Karya menjadi Badan Usaha Otorita (BUO) bukan sekadar keputusan administratif, melainkan lompatan struktural dalam strategi pembangunan nasional. Payung hukumnya bukan satu, melainkan berlapis dan progresif, menegaskan bahwa ini adalah langkah terencana, bukan improvisasi:
PP No. 17 Tahun 2022: Menetapkan ruang lingkup pengelolaan IKN.
Perpres No. 62 Tahun 2022: Memaparkan struktur kelembagaan Otorita IKN, termasuk BUO.
Perpres No. 63 Tahun 2022: Menjabarkan peran BUO dalam perencanaan dan pembangunan.
PP No. 44 Tahun 2023: Secara spesifik menunjuk Bina Karya sebagai BUO.
Perpres No. 75 Tahun 2024: Memberikan insentif dan fasilitas fiskal bagi percepatan investasi melalui BUO.
Melalui perangkat hukum ini, negara menyematkan mandat baru kepada Bina Karya: bukan lagi sekadar BUMN biasa, melainkan kendaraan strategis pembangunan peradaban.
Dari Batu Bata ke Ekosistem: Merancang Kehidupan, Bukan Sekadar Infrastruktur
Sebagai BUO, Bina Karya tidak hanya bertugas membangun jalan, gedung, atau jaringan utilitas. Ia diberi peran sebagai master developer — arsitek kehidupan bagi kota masa depan. Ini bukan pekerjaan teknis semata, melainkan kerja ideologis: merancang cara manusia hidup, bekerja, dan berinteraksi dalam lanskap baru bernama Nusantara.
Mandat strategisnya mencakup:
Membangun infrastruktur dasar berbasis smart city dan green energy.
Mengelola izin, tata ruang, dan pertanahan di kawasan inti.
Menjadi jembatan antara negara, BUMN, swasta, dan mitra global dalam membangun fasilitas publik.
Merancang skema investasi dengan daya tarik tinggi melalui insentif fiskal dan non-fiskal.
Bina Karya bukan lagi hanya operator proyek. Ia adalah dirigen pembangunan yang menjaga harmoni antara visi dan realitas. Dalam tangan Bina Karya, pembangunan fisik dipadukan dengan desain sosial dan ekosistem ekonomi yang tumbuh bersama.
Jalan Terjal, Kritik Publik, dan Keteguhan Arah
Tentu, transformasi sebesar ini tidak luput dari kritik. Penunjukan Bina Karya sebagai BUO sempat dipertanyakan, terutama terkait dasar hukumnya yang menggunakan surat kuasa dari Kepala Otorita IKN. Isu mengenai transparansi dan akuntabilitas pun mengemuka.
Selain itu, rencana Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp500 miliar pada 2023 sempat ditolak DPR, memaksa Bina Karya bergerak lebih lincah melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan kolaborasi dengan sektor swasta.
Namun di situlah justru muncul karakter baru Bina Karya: tidak bergantung, tapi tangguh dan adaptif. Ia menjawab keterbatasan bukan dengan keluhan, tapi dengan inovasi. Ia menunjukkan bahwa dalam arsitektur pembangunan baru, BUMN bukan hanya pelaksana, melainkan pencipta ruang dan kemungkinan.
Dari Tangan Senyap ke Jejak Abadi
Mungkin kelak, saat IKN sudah hidup sebagai kota yang cerdas dan ramah lingkungan — saat anak-anak bermain di taman surya, ASN tinggal di hunian hijau, dan teknologi menyatu dalam keseharian — tak banyak yang mengingat siapa merancang, siapa meletakkan fondasi.
Namun sejarah akan tahu: bahwa di balik struktur yang berdiri, ada Bina Karya — tangan yang tak mencari tepuk tangan, tetapi bekerja dengan visi.
Ia adalah arsitek latar dari sebuah peradaban baru. Ia bukan bintang pertunjukan, tetapi tanpa kehadirannya, pertunjukan tak akan berlangsung. Ia adalah simbol baru BUMN masa depan: tidak hanya korporasi, tetapi penggerak ide, pemantik visi, dan penyusun arah zaman.
Karena setiap peradaban butuh panggung,
dan di balik panggung yang megah, selalu ada arsitek latar —
yang membuat segalanya menjadi mungkin.(Red)