Geucik desa rundeng diduga melindungi aparatur desa terlibat korupsi dan pungli.

Aceh Barat – Tribun Tipikor

Masyarakat Desa Rundeng, Kecamatan Johan Pahlawan, kembali menyoroti sejumlah permasalahan serius terkait dugaan penyalahgunaan dana desa dan perlindungan terhadap aparatur yang telah terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan hasil audit Inspektorat Aceh Barat.

Salah satu sorotan datang dari dugaan penggelapan uang kutipan fardhu kifayah yang dilakukan oleh mantan Kepala Dusun (Kadus) Dusun 1, yang saat ini menjabat sebagai Kaur di desa tersebut. Kasus ini kembali mencuat setelah pertemuan pada Senin, 26 Mei 2025 lalu, antara Geuchik Rundeng, mantan Kadus, dan warga bernama Kak Lis yang selama ini dipercaya mengelola data kutipan warga.

Kak Lis menyatakan bahwa dalam pertemuan tersebut, mantan Kadus mengakui telah menggunakan uang kutipan fardhu kifayah untuk keperluan pribadi. Padahal, dana tersebut dikumpulkan secara sukarela oleh warga dan diperuntukkan khusus bagi keperluan pemakaman.

Warga lainnya, Herman, menyayangkan keputusan Geuchik Rundeng yang masih mempertahankan mantan Kadus dalam struktur aparatur desa, meski sudah terbukti dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat Tahun 2023 terlibat dalam praktik pungutan liar (pungli) yang seharusnya menjadi hak fakir miskin, termasuk dalam pengelolaan dana dari Baitul Mal.

“Kasus zakat fitrah juga sempat hilang, belum lagi boat desa yang sekarang digunakan orang lain, itu semua dia yang mainkan,” ujar Herman. Ia menuding keputusan Geuchik mempertahankan oknum tersebut karena faktor kedekatan saat pemilihan kepala desa (Pilkades) lalu.

Seorang anggota Tuha Peut Desa Rundeng yang tidak ingin disebutkan namanya mengonfirmasi bahwa mereka telah menyampaikan laporan resmi kepada Camat Johan Pahlawan terkait berbagai persoalan tersebut. Pihak kecamatan bahkan telah memanggil Geuchik Rundeng untuk klarifikasi.

Sementara itu, upaya Geuchik Rundeng menggelar pemilihan Kadus di sejumlah dusun juga menuai kritik. Pemilihan tersebut dianggap tidak sah karena tidak memiliki dasar hukum, serta tidak sesuai dengan Qanun SOTK yang mengatur pengangkatan aparatur gampong berdasarkan kriteria dan kemampuan, bukan melalui pemilihan suara.

“Di Dusun 4, yang hadir dalam pemilihan hanya 20 orang dari sekitar 300 pemilih. Ini menunjukkan bahwa proses tersebut tidak representatif dan terkesan dipaksakan,” tambah Herman.

Bahkan, Herman menyebut pihak kejaksaan telah turun langsung ke Desa Rundeng untuk memeriksa bukti dan laporan warga terkait dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh beberapa aparatur desa, termasuk Sekretaris Desa (Sekdes) saat ini, yang dalam LHP Inspektorat juga disebut terlibat pungli.

Masyarakat berharap agar pemerintah kabupaten dan aparat penegak hukum serius menangani permasalahan ini demi menjaga kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemerintahan gampong dan menjamin hak-hak masyarakat kecil tidak terus dirampas oleh oknum tidak bertanggung jawab.

Pos terkait