Ketapang,TribunTipikor.com
-Kalimantan Barat β 25 Mei 2025. Insiden penganiayaan terhadap empat wartawan yang tengah meliput aktivitas tambang emas ilegal (PETI) di Lubuk Toman, Kecamatan Matan Hilir Selatan (MHS), Kabupaten Ketapang, menuai kecaman dari kalangan jurnalis dan aktivis hukum. Keempat korban masing-masing berinisial Sb, Er, Sd, dan Ry mengalami kekerasan fisik yang diduga dilakukan oleh salah satu pekerja tambang ilegal berinisial Rn pada Selasa, 20 Mei 2025.lalau.
Menurut kesaksian Sb, pelaku tiba-tiba menyerang mereka menggunakan kayu saat para wartawan sedang merekam kegiatan tambang ilegal di lokasi. “Kami langsung dikerumuni para penambang, saya sempat terkena pukulan di wajah dan badan. Bibir saya luka dan kami tak bisa melawan karena jumlah mereka banyak,” kata Sb kepada redaksi JNNTV News.com, sambil menunjukkan surat pengobatan dari RSUD dr. Agoesdjam Ketapang.
Laporan telah disampaikan ke Polres Ketapang dan para korban telah melakukan visum. Namun, proses hukum justru memunculkan tanda tanya. Laporan yang semula ditangani Polres Ketapang dilimpahkan ke Polsek MHS tanpa penjelasan rinci, yang oleh pihak korban disebut sebagai tindakan mengaburkan proses hukum.
Sementara itu, hasil investigasi lanjutan awak media menemukan bahwa lokasi PETI di Lubuk Toman dipenuhi alat berat jenis ekskavator, lubang-lubang bekas tambang yang tidak direklamasi, serta hutan yang telah dibabat. Aktivitas ilegal ini tampak berlangsung terbuka tanpa pengawasan berarti dari aparat penegak hukum dan instansi terkait.
Ketua DPD KPK Tipikor Kalbar, Marco Pradis, S.SH, mengutuk keras tindakan kekerasan terhadap wartawan. βIni pelanggaran berat. Pelaku bisa dijerat Pasal 351 KUHP dengan ancaman pidana 2 tahun 8 bulan, serta Pasal 18 Ayat 1 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, dengan ancaman penjara 2 tahun dan denda hingga Rp500 juta,β tegas Marco. Ia juga meminta Polri bertindak transparan agar tidak menambah krisis kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
Peristiwa ini menambah daftar panjang kekerasan terhadap jurnalis di lapangan, terutama dalam liputan isu-isu tambang ilegal di Kalimantan Barat. Selain menjadi ancaman nyata terhadap kebebasan pers, kasus ini menyoroti lemahnya pengawasan terhadap aktivitas pertambangan ilegal dan dugaan pembiaran oleh aparat.
Sampai berita ini di turunkan 26 mei 2025; Aktivis dan organisasi jurnalis di Kalbar mendesak Kapolri dan Gubernur Kalimantan Barat turun tangan untuk memastikan keadilan ditegakkan dan perlindungan terhadap jurnalis dipenuhi. Mereka juga menuntut penindakan tegas terhadap pelaku usaha tambang ilegal yang terbukti melanggar hukum dan melakukan kekerasan.
Sumber : Tim Kordinator Pengiat Jurnalis Kalbar Jono/ Aktivis98
Pewarta : Rinto Andreas