Tribuntipikor.com
Setiap 15 Mei, dunia memperingati Hari Keluarga Internasional sebagai momentum untuk menegaskan pentingnya peran keluarga dalam membangun masyarakat yang sehat dan adil. Di tengah isu-isu sosial yang mencuat, seperti pembinaan anak-anak dalam barak militer akibat perilaku menyimpang, pertanyaan fundamental pun muncul: apakah keluarga kita masih menjadi tempat tumbuh yang aman dan nyaman? atau sekadar menjadi tempat tinggal saja?
Kewajiban Negara dan Hak Anak dalam Keluarga Berdasarkan Hukum Internasional
Kisah seorang siswi yang merasa “sangat nyaman” di barak militer karena terbebas dari konflik rumah tangga orangtuanya mengingatkan kita akan krisis mendasar dalam banyak keluarga yaitu hilangnya kehangatan, komunikasi, dan tujuan bersama. Ketika keluarga gagal menyediakan lingkungan yang penuh cinta dan dukungan, anak-anak mencari pelarian, terkadang dalam bentuk yang merugikan diri mereka sendiri.
Hak anak untuk mendapatkan lingkungan keluarga yang sehat dan mendidik diakui dalam hukum internasional. Misalnya, dalam Konvensi Hak Anak (CRC) 1989, menegaskan bahwa orang tua memiliki tanggung jawab utama dalam membesarkan anak dengan cara yang sejalan dengan perkembangan anak dan demi kepentingan terbaik anak. Berdasarkan KHA juga, Negara wajib memberikan dukungan kepada keluarga dalam menjalankan peran ini.
Selain dalam KHA, terkait keluarga, diatur juga dalam Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) 1979. CEDAW menuntut negara untuk menghormati prinsip-prinsip kesetaraan, partisipasi, dan perlindungan hak semua anggota keluarga termasuk anak.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) juga menekankan bahwa pendidikan harus diarahkan untuk mengembangkan kepribadian manusia sepenuhnya dan memperkuat penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar. Ini hanya mungkin terwujud bila keluarga memainkan perannya sebagai pendidik pertama dan utama.
Mendukung Peran Keluarga adalah Kewajiban Negara
Hukum internasional menempatkan negara sebagai aktor penting dalam memastikan bahwa keluarga mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Melalui kebijakan publik, sistem perlindungan sosial, dan dukungan psikososial, negara wajib memberdayakan keluarga agar tidak hanya berfungsi secara ekonomi, tetapi juga secara sosial dan emosional. Prinsip interdependensi dan keterkaitan hak asasi manusia menegaskan bahwa hak pendidikan, perlindungan dari kekerasan dalam rumah tangga, hak atas kesehatan mental, dan hak atas kehidupan keluarga yang bermartabat semuanya saling mendukung dan harus dipenuhi secara utuh.
Dalam konteks ini, kebijakan pembinaan remaja di Barak Militer adalah bentuk kehadiran negara untuk membantu keluarga kembali berfungsi. Tentu, ini harus dipahami sebagai Solusi sementara (emergency exit) dari permasalahan anak yang ada. Karena Solusi sebenarnya harus berasal dari akar masalahnya. Maka solusi jangka panjang dan berkelanjutan adalah membina dan menyiapkan keluarga agar mampu memberikan Pendidikan terbaik untuk anak-anaknya. Kebijakan pembinaan di Barak ini dapat juga menyiratkan bahwa selama ini negara dan keluarga gagal dalam memastikan hak-hak dasar anak, khususnya hak atas perlindungan, pendidikan, dan lingkungan keluarga yang aman dan penuh kasih sayang. Pada Hari Keluarga Internasional ini, marilah kita menegaskan kembali bahwa negara berkewajiban bukan hanya melakukan intervensi ketika keluarga gagal, tetapi menciptakan sistem yang mendukung keluarga agar dapat menjadi tempat aman dan nyaman untuk anak bertumbuh optimal.
Rachminawati
Dosen FH Unpad
Pegiat Pendidikan Fitrah
Anggota Majelis PAUDASMEN PWA Jawa Barat
rachminawati@unpad.ac.id