Jakarta, TRIBUNTIPIKOR online _
Putusan MK ini berdampak bagi industri asuransi khususnya bagi perusahaan agar lebih cermat menilai calon nasabah.Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan menyatakan norma Pasal 251 KUHD inkonstitusional bersyarat dalam Putusan Nomor 83/PUU-XXII/2024 pada Januari lalu. Dalam amarnya, MK menyatakan pembatalan perjanjian sebagaimana diatur pasal tersebut inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai adanya dasar kesepakatan penanggung dan tertanggung berdasarkan putusan pengadilan.Putusan MK ini berdampak bagi industri asuransi khususnya bagi perusahaan agar lebih cermat menilai calon nasabah. Hal ini diperlukan untuk meminimalisir pembatalan polis atau penolakan klaim yang berpotensi menimbulkan sengketa.
Prinsip utmost good faith ini bukan hanya etika bisnis tapi juga landasan yuridis antara penanggung dan tertanggung dalam 251 KUHD. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono menyatakan putusan MK ini tidak langsung menghapus Pasal 251 KUHD.Putusan MK tidak serta merta menghapus keberlakuan Pasal 251 KUHD. Prinsip utmost good faith bersifat universal dan mendasari kontrak asuransi. Pembatalan polis harus didasarkan kesepakatan antara penanggung dan tertanggung atau melalui putusan pengadilan atau mekanisme alternatif penyelesaian sengketa,β ungkap Ogi dalam seminar Himpunan Konsultan Hukum Sektor Keuangan (HKHSK) di Jakarta, Rabu (30/4).Dia menyampaikan putusan MK ini memperkuat posisi bagi tertanggung dari pembatalan polis secara pihak. Sementara itu, dia mengatakan terdapat konsekuensi bagi operasional industri asuransi. Misalnya, perlunya kajian untuk mengukur risiko yang timbul di antaranya klausul pembatalan.
βSangat penting bagi perusahaan asuransi untuk merumuskan mekanisme pembatalan polis yang adil dan transparan,β tambahnya(red)