Kapolda Sumut Agar Segera Tangkap Terduga Pelaku Penculikan Anak Saat Bayi, Pelapor Berharap Serius Dalam Penegakan Hukum

Medan ,-tribuntipikor com.

Richard Simanjuntak (Pelapor), berulang kali mendatangi Markas Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Mapoldasu) dari provinsi Riau, untuk mencari dan mendapatkan keadilan tentang peristiwa yang dialaminya beberapa tahun silam. Namun proses penegakan hukum oleh APH Poldasu, terkesan lamban bagi dirinya untuk mendapatkan kepastian hukum di negara ini, Selasa (11/3/2025).

Kedatangan Richard ke Poldasu, untuk mempertanyakan tentang perkembangan laporan Polisi Nomor: LP/B/125X/2023/SPKT/POLDA SUMATERA UTARA, tanggal 17 Oktober 2023 lalu, yang seharusnya menjadi tanggung jawab penyidik mengirimkan hasil perkembangan penyelidikan tersebut.

banner 325×300
“Saya nilai penanganan laporan masyarakat seperti saya ini, yang domisilinya diluar provinsi, seharusnya tetap berjalan sebagaimana mestinya yang telah ditetapkan. Bukan harus bolak-balik datang mempertanyakan perkembangan laporan,” ungkap Richard.

Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) nya, seharusnya dapat dikirim kan melalui pos atau langsung via pesan WhatsApp seluler pelapor, kalau serius dalam penegakan hukum ini, kata Richard. Karena jarak tempuh yang sangat jauh, memerlukan kos yang sangat besar bagi pelapor.

Perkara yang saya laporkan adalah tentang perampasan atau penculikan anak kandung saya, yang terjadi pada Juli 2014 silam. Kini diketahui keberadaannya diwilayah hukum Poldasu.

Anak saya sejak bayi dirampas oleh para pelaku dari istri saya, sekitar Juli 2014 lalu, di Jakarta. Bayi perempuan kami itu lahir pada Januari 2014 di Kabupaten Bekasi.

Selain itu, ternyata para pelaku telah mengurus akte kelahiran anak saya tersebut dengan berdasarkan surat keterangan bidan palsu, mengakui bahwa anak perempuan saya tersebut adalah anak kandung mereka.

“Jadi untuk memudahkan proses hukum yang saya laporkan di Poldasu saat ini, saya telah melakukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, tentang penerbitan akte kelahiran yang berdasarkan keterangan palsu tersebut,” jelas Richard.

Dan saat ini saya sudah memiliki putusan penetapan PTUN Bandung nomor : 99/G/2024/PTUN/BDG. berdasarkan putusan tersebut, telah membatalkan Akte Lahir Nomor:3216-LT-27082014, salinan Akte Lahir Nomor:3216-LT-27082014 dan NIK Nomor: 3216066301140004 atas nama Yohana Margareth Cibero.

Putusan PTUN Bandung tersebut, telah pun saya serahkan kepada Kanit 1 Kompol Haryani, S.Sos, M.Ap, Subdit IV Renakta Polda Sumut. Dan juga Foto copy Akte Lahir asli anak saya Nomor : 1405- LT-071220180006 atas nama Dian Kasih Simanjuntak, beserta Kartu Keluarga (KK) Nomor : 1405021302170020 yang didalamnya tertera nama Dian Kasih Simanjuntak.

“Saya menyerahkan putusan PTUN, dan fotocopy akte lahir asli anak saya tersebut, agar memudahkan kepolisian dalam melakukan penegakan hukum, hingga saya mendapatkan keadilan dan kembalinya anak kandung saya kepada saya,” kata Richard Simanjuntak.

Usai keluar dari ruangan Subdit IV Renakta, Richard menguraikan awal terjadinya peristiwa tersebut, yang dialaminya.

Disaat bayi kami lahir, saya mengalami sakit, yang membuat kami harus pulang ke kampung Sumatera Utara. Kepulangan kami dari Jakarta ke Sumatera, kami beberapa kali berpindah tempat, mulai dari Jambi provinsi Jambi, ke kota Pematang Siantar dan terakhir ke Labuhan batu, provinsi Sumut.

Lantaran saya sakit saat itu, jadi kami berpindah-pindah. Lalu pada bulan Juni 2014, kami ke Aek Nabara, kecamatan bilah hulu, kabupaten labuhan batu Sumut. Disitu kami sempat tinggal beberapa hari di rumah keluarga dari istri saya, yakni kakak perempuan istri saya.

Namun kakak istri saya itu keberatan kalau saya ikut tinggal dirumahnya. Hal ini disampaikan istri saya kepada saya.

“Pak, kata kakak, kami boleh tinggal di rumahnya, tapi kau tidak boleh tinggal di sini. Jadi Pak, untuk sementara kau tinggal di rumah keluargamu untuk memulihkan keadaanmu, kalau tidak, kami akan diusir,” ucap istri saya kepada saya saat itu.

Mendengar penyampaian istri saya itu, yang ada dipikiran saya, lebih baik saya yang menanggung kesulitan ini, asalkan istri dan anak saya baik-baik saja. Itulah pertimbangan saya ketika itu. Dan akhirnya saya pun terpaksa terpisah dari istri dan anak saya, dengan harapan setelah saya sembuh kelak, kami akan berkumpul kembali setelah keadaan saya membaik.

Dan pada bulan September 2014, saya mendapatkan uang sekitar 3 juta rupiah,hasil sisa penjualan rumah yang belum lunas dibayar oleh pembeli rumah kami. Pada saat itu saya berharap dapat kami jadikan modal untuk usaha. Lalu saya datang ke Aek Nabara dengan niat membawa pergi istri dan anak saya pergi dari rumah kakak ipar saya tersebut.

“Namun betapa terkejut dan kecewanya saya, saat mengetahui bahwa istri dan anak saya sudah tidak tinggal di rumah kakak ipar saya lagi, bahkan ia mengaku (Kakak ipar saya) tidak tahu kemana perginya istri dan anak saya,” tutur Richard, mengisahkan kejadian.

Spontan saya berpikir, bahwa keluarga dari istri saya akhirnya berhasil memisahkan saya dari istri saya dan anak saya. Memang sebelumnya keluarga istri saya sudah berniat, agar saya dan istri saya bercerai, namun saya selalu menolaknya.

Setelah mengetahui bahwa istri dan anak saya sudah tidak ada di rumah kakak ipar saya, akhirnya saya memutuskan pergi bersama seorang Pendeta, yang kebetulan datang ke Aek Nabara. Pendeta tersebut merupakan teman saya dari kecil, dan ia mengajak saya ke Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau.

Desember 2015, istri saya mendatangi saya ke Pangkalan Kerinci. Istri saya dapat menemukan keberadaan saya di Pangkalan Kerinci, melalui pencarian alamat dari keluarga, dan pendeta yang membawa saya ke Pangkalan Kerinci.

Disaat saya bertemu dengan istri, saya melihat istri saya hanya membawa anak ke 3 kami, anak ke 4 yang saat kami berpisah masih bayi umur 6 bulan, namun saya tidak melihatnya. Anak bayi kami tersebut bernama Dian kasih simanjuntak. Kemudian saya mempertanyakan, dimana keberadaan anak perempuan kami tersebut.

Mendapat penjelasan dari istri saya saat itu, saya sangat terpukul dan hampir tidak percaya. Di jelaskannya, bahwa anak perempuan kami tersebut dibawa lari oleh seseorang bernama Herpen Cibero, yang tidak diketahui dimana keberadaannya saat itu.

Herpen Cibero ini dapat membawa lari anak bayi kami karena paksaan dari abangnya yang bernama Jonas Pakpahan dan tipu daya Herpen Cibero.

“Keterangan istri saya, tidak lama setelah saya pergi, Jonas Pakpahan menelepon dan menyuruh istri saya datang ke Jakarta, dengan alasan untuk dimasukkan kerja di jakarta,” imbuh Richard.

Dua hari sesampainya dia dia jakarta, yaitu dirumah tulang (Pamannya) yang beralamat di Jakarta Timur, Jonas Pakpahan bersama Herpen Cibero datang ke rumah paman tersebut.

Kedatangan mereka untuk mengambil anak bayi kami. Namun mendapat penolakan dari istri saya. Jonas Pakpahan (Abang istri saya) mengatakan agar istri saya bisa bekerja. Kalau dia bekerja, siapa yang akan mengurus anakmu, Itulah alasannya.

Karena mendapat penolakan, akhirnya Jonas Pakpahan mulai mengancam istri saya dengan menyuruh paman mereka untuk mengusir istri dan anak saya dari rumah itu, kalau tidak mau menyerahkan anaknya.

Jonas Pakpahan pun nekat mengambil paksa bayi kami yang sedang tidur dari gendongan istri saya. Perbuatan biadab Jonas Pakpahan tersebut, juga disaksikan oleh anak ke 3 kami yang saat itu berusia 4 tahun lebih.

Meskipun istri saya adik kandung dari Jonas Pakpahan sudah menangis, hal tersebut tidak mengubah niatnya untuk menyerahkan bayi kami kepada Herpen Cibero, yang hadir disaat itu.

Setelah Herpen Cibero menerima bayi kami dari Jonas Pakpahan, kemudian Herpen Cibero mengantarkan bayi kami ke dalam mobil, yang ternyata di dalam mobil sudah ada kakak ipar Herpen Cibero, yang telah menunggu.

Karena saat itu istri saya masih menangis, akhirnya Herpen Cibero mencoba meyakinkan hati istri saya dengan memberi janji, yang ternyata hanya tipu daya.

“Sudahlah, biarlah kami yang merawat anak kakak, nanti kakak bisa lihat-lihat anak kakak. Sama-sama kita membesarkan anak kakak, 2 minggu sekali, aku antar pun anak kakak, kalau kakak rindu,” begitulah yang disampaikan istri saya, terang Richard.

Setelah mereka menguasai anak bayi kami, Jonas Pakpahan dan Herpen Cibero mengurus akte lahir anak kami di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Bekasi. Sehingga terbitlah akte lahir anak kami pada 28 Agustus 2014.

“Namun pada akte lahir anak kami tersebut, diberi nama Yohana Margareth Cibero, dan ayahnya bernama Herpen Cibero, ibunya bernama Tiorina Banurea,” papar Richard.

Setelah terbitnya akte lahir anak, Oktober 2014 Herpen Cibero bersama Istrinya melarikan diri dari Kabupaten Bekasi, dan tidak diketahui keberadaannya. Mengetahui hal tersebut, istri saya mendatangi kediaman Jonas Pakpahan dan memaki-makinya. Ternyata Jonas Pakpahan dan istrinya telah menjual anak kami.

Karena merasa telah dibohongi, anaknya sudah dibawa lari, istri saya berpikir untuk mencari dimana keberadaan saya, dengan harapan dapat mengambil anak kami kembali.

“Rencananya untuk mencari saya, sempat disampaikan kepada bibi nya. Namun bibinya sempat khawatir, kalau saya marah, bahkan saya bisa membunuh istri saya, karena anak kami dibawa lari orang,” terangan istri saya kata Richard.

Mendengar keterangan saat itu, saya sangat terpukul. Saya tidak tahu harus berbuat apa. Sementara saya belum pulih seutuhnya dari sakit dan keadaan ekonomi yang belum membaik.

Berkat pertolongan Tuhan, pada tahun 2021 keadaan saya mulai membaik, dan saya mulai menelusuri dengan melakukan pencarian lewat media sosial Facebook. Saya mencari akun Facebook yang bernama Herpen Cibero.

Pada akhirnya saya mendapatkan informasi tentang seseorang bernama Herpen Cibero dan kemiripan anak yang ada di akun Facebook tersebut. Terlacak keberadaannya di Sidikalang, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara.

Sayapun melakukan pencarian ke Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Dibantu oleh masyarakat, akhirnya saya menemukan rumah orang tua Herpen Cibero dan dimana Herpen Cibero tinggal.

“Dari sana awalnya saya mengetahui kalau Herpen Cibero tinggal di Sidikalang. Sementara istrinya Tiorina Banurea tinggal di Medan karena bekerja di rumah sakit Murni teguh Medan,” tambah Richard.

Kedatangan saya ke rumah Herpen Cibero untuk mengambil anak saya yang mereka curi, dan membicarakan secara baik-baik. Namun tidak ada itikad baik dari para pelaku, bahkan Herpen Cibero mencoba mengancam saya.

Akhirnya sayapun menempuh jalur hukum dengan cara melaporkannya ke Polisi, ke Polda Sumatera Utara. Namun penanganan perkara ini sudah cukup lama ditangani oleh penyidik Renakta unit 1 Polda Sumut. Penanganan perkara perampasan anak saya ini, sudah ditandatangani oleh penyidik sejak 2022 lalu, namun belum ada titik terangnya.

“Saya memohon kepada bapak Kapolda Sumatera Utara, Irjen. Pol. Whisnu Hermawan Februanto, S.I.K., M.H. dan Wakapolda Brigjen. Pol. Rony Samtana, S.I.K, M.T.C.P bersama jajarannya dapat menuntaskan kasus ini, dan menghukum para pelaku sesuai dengan hukuman di Negara Kesatuan Republik Indonesia, jika masih negara kita ini negara hukum,” ujar Richard Simanjuntak.

Sebagai ayah, saya sangat khawatir akan keselamatan anak saya saat ini, karena menurut Richard, perbuatan para pelaku tersebut nekat dan tidak memiliki hati nurani yang baik.

Mereka telah sengaja hendak memisahkan saya dari anak kandung saya. Hal itu diperjelas dengan tindakan para pelaku yang memberikan keterangan palsu ke Disdukcapil Kabupaten Bekasi. Betapa hancurnya hati saya, setelah mengetahui anak saya dirampas dari istri saya.**

(Editor,Tim)

Pos terkait