Achmad: Zona hijau seharusnya digunakan untuk pertanian, perkebunan, dan/atau peternakan. Jika dialihfungsikan menjadi kawasan industri, tentunya harus melalui proses perubahan RTRW terlebih dahulu. Tanpa itu, jelas menyalahi aturan perundang undangan.
Nganjuk Jatim, tribuntipikor.com //
Rencana pembangunan industri penetasan telur oleh PT New Hope Farm Indonesia tepatnya di Dusun Kuniran, Desa Kemlokolegi, Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, kali ini banyak menjadikan polemik Dimata masyarakat dan menjadi sorotan tajam publik. Pasalnya, proyek tersebut dibangun di atas lahan yang masih berstatus zona hijau, area yang semestinya menurut Tata Kelola Ruang diperuntukkan untuk kegiatan pertanian, perkebunan, dan/atau peternakan.
Kendati masih belum ada perubahan resmi dalam status tata ruang wilayah, namun demikian terlihat proses pengurukan lahan telah berlangsung. Sehingga hal ini memicu kritik penuh dari Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Forum Aspirasi dan Advokasi Masyarakat (FAAM) DPC Nganjuk, Achmad Ulinuha.
Menurutnya tak hanya soal zonasi, Achmad juga menyoroti dugaan adanya kejanggalan dalam proses legalitas perizinannya.
Pihaknya mempertanyakan dasar hukum diterbitkannya Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) proyek tersebut, padahal sejumlah dokumen wajib seperti Analisis Dampak Lalu Lintas (Andalalin) serta Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) belum diketahui keberadaannya. Ucapnya.
Merujuk Permenhub No. 11 Tahun 2017, disetiap pembangunan pusat kegiatan yang berpotensi menimbulkan gangguan lalu lintas wajib dilengkapi Andalalin, terlebih jika luas bangunan melebihi 1.000 meter persegi. Terangnya.
Namun informasi yang kami terima, dokumen tersebut legalitasnya belum ada. Ulasnya.
Menurut data dari dinas terkait, lokasi pembangunan tersebut masih termasuk Kawasan Pertanian Non KP2B. Berdasarkan ketentuan umum zonasi, lahan hanya boleh dimanfaatkan untuk pertanian, peternakan, dan perkebunan, bukan kawasan industri.
Pertanyaannya? Mengapa PBG bisa diterbitkan, Bagaimana bisa PPKR (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang) untuk berusaha bisa disetujui, sementara lahan itu jelas-jelas merupakan area sawah produktif. Ini memunculkan dugaan dugaan negatif dalam proses perizinan.” Ujarnya.
Olehnya dalam hal ini, Achmad mendesak Pemerintah Kabupaten Nganjuk agar segera menindaklanjuti dan mengevaluasi bangunan dan proyek tersebut secara menyeluruh, demi menjaga ketertiban tata ruang dan kelestarian lingkungan.
Tak hanya itu, ia juga meminta Dinas Perhubungan serta Satpol PP Kabupaten Nganjuk untuk segera bertindak tegas dalam menegakkan aturan yang berlaku. Jangan sampai prinsip pembangunan berkelanjutan dikorbankan hanya demi kepentingan bisnis semata. Ungkapnya. (Lmn/Tim)
Editorial: Korwil Jatim