Blora Jateng, Tribun Tipikor.com
*Kisman: Menghitung kerugian produksi apabila uang sebesar Rp. 7.412.050.000,- dibelikan pupuk dan dipakai memupuk untuk meningkatkan hasil, “tambahan produksi luar biasa. Termaktum Kerugian tersebut di tahun 2024. Masih belum ditahun sebelumnya yakni tahun 2023, tahun 2022 dan tahun 2025 dan bahwa apabila petani Todanan tidak bisa menikmati HET.*
Sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian. Dan mengacu pasal 12 ayat 1 dari permentan tersebut, penyalur lini IV atau para pengecer yang ditunjuk wajib menjual pupuk bersubsidi kepada petani, petambak, dan atau kelompok tani sesuai (HET) yang sudah ditetapkan. Harga Eceran Tertinggi (HET) tersebut berlaku untuk pupuk bersubsidi dalam kemasan per 50 kilogram.
Hal tersebut oleh pemerintah dengan tujuan untuk meringankan para petani agar harga yang ditetapkan bisa terjangkau oleh para petani. Mirisnya.! Hal tersebut tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Faktanya, masih banyak pengecer pupuk resmi yang menjual pupuk bersubsidi jenis Urea dan Ponska di atas HET.
Seperti yang terjadi dibeberapa Desa di Kecamatan Todanan Kabupaten Blora, Jawa Tengah, yang mana diduga pengecer pupuk bersubsidi kedapatan menjual pupuk bersubsidi jenis Urea dengan harga Rp. 145.000 rb dan Ponska dengan harga Rp. 155.000 rb per sak kemasan 50 Kilogram.
Hasil penelusuran investasi awak media dilapangan dan berdasarkan keterangan dari beberapa petani yang usai membeli pupuk bersubsidi jenis urea dan ponska di salah satu kios, mereka menyampaikan jika pupuk bersubsidi tersebut dijual di atas HET, dengan harga satu sak nya dijual Rp. 145.000 rb untuk Urea dan Rp.155.000 rb untuk ponska, sehingga hal ini tentu sangat memberatkan para petani.
Berdasarkan temuan tersebut diatas tampaknya beberapa kios pupuk di wilayah kecamatan Todanan enggan dan/atau tidak mau memberikan tanggapan ketika dikonfirmasi awak media.
Menyikapi permasalahan tersebut Lembaga P4 (Pemerhati Pupuk dan Pembela Petani) Sukisman memberikan tanggapan sebagai berikut, karena tata kelola pupuk bersubsidi di Kabupaten Blora ini mulai tahun 2018 terjadi kelangkaan dan melampaui HET, maka tidak tertebus dalam satu tahun ribuan ton. Kata Sukisman.
Sementara di tahun 2024 berdasarkan perhitungan perbandingan harga antara petani Cepu, Kedungtuban dan Sambong dengan para petani se-kecamatan Todanan, bahwa Para petani se-kecamatan Todanan merasa dirugikan dengan selisih harga sebesar, Rp. 7.412.050.000,- jelasnya.
Hal itu mengacu lanjut Sukisman, dengan perhitungannya sbb: 1. Alokasi urea sejumlah 5909 tonx20zak
2. Alokasi ponska sejumlah 4464 ton x 20 zak x Rp. 40.000,-= Rp. 3.571.200,- sehingga didapat Total Kerugian untuk se-kecamatan Todanan dengan perbandingan kalau Petani Cepu, Kedungtuban dan Sambong, para petani menikmati HET untuk Urea Perzak Rp. 112500,- ponska per zak Rp. 115000,- berarti ada selisih harga perzak untuk urea Rp. 32.500,- untuk Ponska perzak Rp. 40.000,- dan semua tanpa tambahan per zak 1 kg ponska plus.
Uraian: untuk urea Rp. 3.840.850.000,- +Rp. 3.572.200.000,- = 7.412.050.000,-
Untuk itu, kami akan mengadakan gugatan Kelompok atau class action, sebagai tergugat adalah Distributor dan Pupuk Indonesia dan dasar gugatan yang dimaksud adalah Undang Undang Perlindungan Konsumen yaitu UU No 8 tahun 1999. Ungkapnya, (Pnm/Yn/tim)
Editorial: Solikin Korwil