Tergugat Lima Jurnalis di Bojonegoro Akan Mendapat Dukungan Ketua Dewan Pers

Bojonegoro Jatim, tribuntipikor.com

Pasca kabar atas gugatan perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) CV. Lillahi Samawati Wal Ardhi di Pengadilan Negeri Bojonegoro Jawa Timur, terhadap 5 (lima) media online, kali ini memicu reaksi Ketua Dewan Pers, Dr. Ninik Rahayu,

Dilansir dari laman www.beritakeadilan.com pada Kamis, (12/12/2024). Ketua Dewan Pers, Dr. Ninik Rahayu, mengungkapkan bahwa;

“Akan saya teruskan ke satgas untuk didalami, dan Koordinasi dengan mas Herick ya, saya segera ada dukungan ahli,” kata Ninik.

Seperti pemberitaan sebelumnya dan kemarin, bahwa gugatan perdata PMH ini berawal dari CV. Lillahi Samawati Wal Ardhi yang merasa dirugikan atas pemberitaan kelima media online dimana di gugatan tertuang, yakni pada tanggal 04 November 2024 para tergugat (lima media online) telah mempublish dan menyiarkan kegiatan pertambangan yang di anggap melanggar kode etik jurnalistik. Sehingga pemilik CV. Lillahi Samawati Wal Ardhi, melalui Kuasa Hukumnya Mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Bojonegoro, Jawa Timur.

Sidang tersebut resmi digelar di Ruang Sidang Kartika dipimpin Hakim Ketua, Ida Zulfamazidah, didampingi Hakim Anggota Acmhad Fachurrozi dan Ima Fatimah Djufri dengan Panitera Pengganti, Tri Wahyuni dan Sarworini, S.H.

Praktisi Hukum, Dwi Heri Mustika.,S.H.M.H. menyampaikan bahwa, masyarakat tidak bisa mengajukan gugatan hukum terhadap pers, sebelum mereka menggunakan hak jawab yang dijamin Undang Undang untuk menyanggah atau memproses substansi berita yang dipermasalahkan.

“Pendapat yang sama dikemukakan juga oleh Mahkamah Agung (MA) dalam perkara “Anif lawan Harian Garuda” pada tahun 1993 (berdasarkan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Reg. Nomor 3173/K/Pdt/1993),” jelas Dwi panggilan akrab Advokat asal Surabaya ini kepada www.beritakeadilan.com, Kamis (12/12/2024).

“Di dalam Pedoman Hak Jawab yang dikutib dari Peraturan Dewan Pers Nomor. 09/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab, bahwa Hak Jawab adalah hak seseorang, sekelompok orang, organisasi atau badan hukum untuk menanggapi dan menyanggah pemberitaan atau karya jurnalistik yang melanggar kode etik jurnalistik, terutama kekeliruan dan ketidakakuratan fakta, yang merugikan nama baiknya kepada pers yang mempublikasikan. Salah satu tujuan hak jawab, adalah untuk menyelesaikan sengketa pemberitaan pers,” tegas Dwi yang juga dikenal Ketua Komisi Media dan Publikasi Badan Pengurus Wilayah Persatuan Advokat Indonesia (BPW Peradin) Jawa Timur.

Dwi yang juga pemegang Sertifikat Kompetensi Wartawan Madya terdaftar di Dewan Pers ini menambahkan, bahwa pihak yang mengajukan hak jawab wajib memberitahukan informasi yang dianggap merugikan dirinya, baik bagian per bagian atau secara keseluruhan dengan data pendukung. “Jadi di dalam hak jawab menjelaskan, kalimat mana dan peragraf mana atau kata-kata mana yang dianggap tidak benar, bisa langsung di klarifikasi dengan data yang dimiliki. Sehingga tujuan hak jawab bisa terpenuhi dengan jelas dan terang benerang,” terang Dwi.

“Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) Nomor 13 Tahun 2008 tentang Meminta Keterangan Saksi Ahli, sedikit saya mengutip isi SEMA tersebut, bahwa dalam penanganan/pemeriksaan perkara-perkara yang terkait dengan delik pers hendaknya Majelis mendengar/meminta keterangan saksi ahli dari Dewan Pers, karena merekalah yang lebih mengetahui seluk beluk Pers secara teori dan praktek,” tutup Dwi. (King/tim)

Editorial: Korwil Jatim

Pos terkait