TANGERANG – tribuntipikor.com
Perkara dakwaan pemalsuan dokumen jual beli lahan seluas 20 hektar, antara PT. UBL dan PT. SSP, mulai menemukan titik terang. Fakta persidangan, dengan kesaksian Notaris Eva Safira, Senin 18 November 24 di Pengadilan Negeri Tangerang memberikan keterangan yang gamblang terkait sumber dokumen yang menjadi dasar dibuatnya Akta Pembebasan Hak yang dianggap palsu tersebut, ternyata diperoleh dari Ahmad Suharti alias Atok.
Dalam persidangan, Eva mengatakan bahwa data atau dokumen untuk pembebasan lahan seluas 20 hektar dikumpulkan oleh Atok. Setelah terkumpul diserahkan kepada Notaris Eva. Sementara kepada Eva, Atok mengatakan bahwa dokumen tersebut diperolehnya dari warga pemilik lahan. Dokumen kepemilikan tanah tersebut dikumpulkan berdasarkan transaksi jual-beli antara Atok dan warga pemilik lahan.
Dokumen yang diserahkan kepada Eva tersebut dilakukan secara bertahap, antara lain diserahkan oleh Atok sendiri, ada yang melalui Periyanto yang merupakan utusan dari Atok. Selain mengutus Periyanto, dokumen tanah juga pernah Atok titipkan melalui terdakwa AS untuk diserahkan ke Eva. Keterangan ini disampaikan Eva dalam persidangan saat ia menjadi saksi.
Pada intinya, masih kata Eva dimuka persidangan, ia menjelaskan bahwa semua dokumen terkait pembebasan lahan yang akan dibeli oleh PT. UBL melalui PT. SSP tersebut diperolehnya dari Atok.
“Semua dokumen terkait jual-beli lahan seluas 20 hektar, yang belakangan dipermasalahkan dan sebagian dianggap dipalsukan itu, bersumber dari At yang kemudian diserahkan kepada saya,” Terang ES dalam persidangan.
“Selain itu saya juga telah melakukan pembayaran total kurang lebih18 M kepada pak Atok untuk pembebasan lahan berdasarkan dokumen yang sudah diserahkan kepada saya. Pembayaran itu pun atas perintah Direktur PT. SSP yang menitipkan uangnya kepada saya,” jelasnya dalam kesaksian di persidangan.
Keterangan tersebut juga sesuai dengan kesaksian Atok. Dalam persidangan ia mengatakan bahwa dokumen atau surat-surat tanah yang dikumpulkannya diserahkan kepada notaris Eva. Tujuannya agar dapat dibuatkan Akta Pembebasan Hak (APH).
Sementara penasehat hukum terdakwa, Kuswara Sastra Permana mengatakan dakwaan pemalsuan dokumen, harus ditelusuri dari mana sumber dokumen yang dianggap dipalsukan tersebut. Didalam fakta persidangan sudah mulai menemukan titik terang dari mana dan dari siapa dokumen-dokumen tersebut diperoleh.
“Berdasarkan keterangan Notaris Eva dalam kesaksiannya di persidangan, dokumen tersebut diperoleh dari Ahmad Suharti alias Atok,” ungkap Kuswara saat ditemui wartawan usai sidang.
Lebih lanjut Kuswara menyampaikan terimakasih kepada Majelis Hakim yang sudah memimpin jalannya persidangan dengan adil dan tidak berpihak. “Kita sangat hormati jalannya persidangan, dan kami dari tim penasehat terdakwa berterimaksih kepada Majelis Hakim yang telah adil dan tidak berpihak dalam memimpin jalannya persidangan. Para pihak diberi kesempatan yang sama untuk dapat mengungkapkan kebenarannya,” ucapnya. (Red/ Said)