Cilacap, tribuntipikor.com
Ramyana seorang Jurnalis Banyumas TV yang tergabung dalam Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) mendapat penghadangan atau larangan untuk mengambil gambar saat liputan pemindahan Narapidana (Napi) dari Banten dan Jawa Timur (Jatim) ke Nusakambangan.
Pemindahan Napi dari Banten dan Jatim ke Nusakambangan pada Kamis, (14/11/2024) itu diliput banyak media seperti koran, media online dan juga televisi, dan mereka juga diundang resmi oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan.
Kepada wartawan Ramyana menyampaikan, bahwa saya diundang untuk meliput pemindahan Napi di Dermaga Wijayapura. Dalam undangan tersebut direncanakan pukul 11.00 WIB, namun diajukan menjadi pukul 09.00 WIB.
“Takut ketinggalan, saya datang lebih awal yakni sekitar pukul 08.30 WIB. Sesampai dilokasi, saya mendapati area tersebut tertutup dan akses masuk terkunci,” katanya.
Ramyana menambahkan, bahwa saya sudah minta ijin untuk masuk, namun ditolak oleh petugas, sehingga saya mengambil gambar dari luar area dermaga.
“Tapi petugas yang di lokasi melarang saya untuk mengambil gambar, dan saya disuruh menghapus rekaman yang telah saya ambil, bahkan petugas mengambil kamera yang digunakan,” jelasnya.
Saya, lanjutnya sudah berusaha menjelaskan dan meminta maaf atas kejadian tersebut, tapi diharuskan menemui salah satu petugas di kantor depan untuk mengambil kembali peralatannya.
“Saya diminta menghapus hasil liputan saya oleh petugas. Dan saya memang berusaha menghapus sendiri saat diminta menghapus, namun saya tidak bisa menghapus, sehingga kamera saya diminta petugas dermaga agar di ambil ke Pak Ari,” jelasnya dengan raut sedih.
Ramyana menyampaikan, bahwa saya mengikuti kemauan petugas dermaga, tapi karena kamera akan digunakan untuk wawancara, ia datang ke lantai 2 dermaga. Disana saya bertemu 4 petugas yang saya nilai kurang mengenakan dalam memperlakukan saya. Bahkan disana petugas menggurui saya terkait profesi jurnalis.
Ketua Paguyuban Wartawan (PW) ‘Ngeneh Ngopi’ yang berkantor di Jalan Juanda, Rusmono sangat menyayangkan tindakan petugas yang dianggap berlebihan dalam melakukan tindakan terhadap jurnalis yang sedang meliput. Tindakan tersebut mencerminkan sikap yang tidak menghargai kebebasan pers dan tugas jurnalis dalam meliput peristiwa secara independen.
“Sangat disayangkan jika petugas yang seharusnya bisa bekerjasama dengan wartawan, justru meminta kamera wartawan saat bertugas. Apalagi ia bertugas atas undangan dan ia pun sudah meminta maaf saat dinilai bersalah oleh petugas,” katanya.
Rusmono menegaskan, bahwa menghalang halangi tugas jurnalis itu melanggar Undang Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 tentang kebebasan pers. Kami akan mendampingi jurnalis terkait serta terus mengawal kasus ini untuk memastikan perlindungan terhadap kebebasan pers.
“Dalam pasal Pasal 18 ayat (1) UU Pers disebutkan dimana menghalangi wartawan melaksanakan tugas jurnalistik dapat dipidana 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp 500 juta,” pungkasnya. (Haryanti)