Bojonegoro Jatim, tribuntipikor.com
Tak bisa dipungkiri, romantika problematik selalu mewarnai perjalanan Nahdlatul Ulama (NU) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di semua tingkatan, sehingga telah menyebabkan pasang surut peran politik (baca : perolehan kursi) PKB dalam pemilu sejak era 1999 hingga sekarang.
Dimasa awal berdirinya PKB, Ketua Umum PBNU masa hikmat 1999-2010, K.H. Hasyim Muzadi saat menghadiri Harlah ke-78 NU di gedung Asrama Haji Lamongan (Jawa Pos, 4/2/2002) mengatakan, bahwa warga NU selalu bernasib apes. Ketika warga NU mendukung partai lain, ternyata tidak banyak timbal baliknya, sementara ketika warga NU mempunyai partai sendiri (PKB) selalu muncul konflik.
Pernyataan itu terbukti saat PBNU tidak mendukung pencalonan Gusdur (PKB) sebagai Presiden pada Pemilu 2004. Justeru, K.H. Hasyim Muzadi maju sendiri sebagai Calon Wakil Presiden berpasangan dengan Megawati Soekarno Putri yang diusung oleh PDI-Perjuangan. Pada masa itu, faksionalisasi elit telah memporak porandakan kekuatan NU-PKB. Hubungan Kiai NU dengan PKB memanas. PKB pecah, ada PKB Gusdur dan ada PKB Ulama yang didukung oleh para kiai khos NU. Puncaknya, 17 kiai khos NU mendeklarasikan berdirinya PKNU di Pondok Pesantren Langitan pada 27 Maret 2007.
Hubungan mesra NU-PKB kembali terjalin di masa K.H. Said Aqiel Siradj, ketua umum PBNU 2010 2021. Kemesraan ini menghasilkan banyak hal positif, perguruan tinggi NU berdiri dimana-mana, penghargaan terhadap perjuangan santri terapresiasi dengan ditetapkannya sebagai Hari Santri Nasional. Dan yang paling fenomenal adalah ketua umum PKB maju sebagai Calon Wakil Presiden RI pada Pemilu 2024.
Kini, sepertinya kemesraan yang telah terjalin di era Yai Said terkikis kembali. Ketua Umum PBNU, K.H. Yahya Cholil Staquf bersama dengan Sekretaris Jendral PBNU K.H. Syaifullah Yusuf diberitakan sedang berupaya mengambil kembali PKB dari Muhaimin Iskandar.
Namun, bukan NU dan PKB jika tidak bisa mengakhiri gegeran ini dengan ger-ger an. Kita tidak perlu khawatir, mereka senasab, hanya nasibnya saja yang kadang berbeda.
Anna Mu’awanah dan Historia NU-PKB di Bojonegoro
PKB sebagai partai yang didirikan langsung oleh PBNU mendapatkan dukungan mayoritas dari basis basis NU. Sebagai salahsatu kontestan pada Pemilu pertama setelah erareformasi 1998, PKB berhasil memperoleh 13 kursi DPRD Bojonegoro dan menyumbangkan 4 kursi untuk DPR RI.
Pada Pemilu 2004, Anna Mu’awanah, kader NU lokal, maju menjadi salah satu calon anggota DPR RI dari PKB. Dengan sistem proporsional tertutup, Anna Mu’awanah berhasil menambah suara PKB secara signifikan di Dapil IX Jawa Timur. Anna Mu’awanah berhasil meraih kursi DPR-RI bersama dengan Effendi Choiri, Taufiqurrahman Shaleh dan Masduqi Baidlowi serta 14 kursi untuk DPRD Bojonegoro periode 2004-2009.
Konflik yang melanda NU-PKB menjelang pemilu 2009 serta adanya perubahan dapil dari 4 kabupaten menjadi 2, berdampak signifikan pada perolehan kursi PKB. Di Dapil IX Jawa Timur yang meliputi Bojonegoro Tuban, PKB hanya berhasil meloloskan 1 kursi DPR RI. Anna Mu’awanah masih bertahan dan suskes melaju ke senayan ditengah badai yang melanda. Sedangkan kursi DPRD merosot drastis, dari 14 kursi di Pemilu 2004, turun menjadi 5 kursi di Pemilu 2009.
Perlahan, pada pemilu 2014, Anna Mu’awanah berhasil mempertahankan 1 kursi PKB di DPR RI dan menambah 1 kursi PKB untuk DPRD Bojonegoro. Dengan 6 kursi di DPRD, PKB Bojonegoro berhasil mengambil 1 posisi wakil ketua di DPRD Bojonegoro. Selain berhasil menambah kursi di DPRD, pada periode ini Anna Mu’awanah juga berhasil membangun komunikasi intensif dan massif dengan NU. Kebanggaan warga nahdliyin terhadap sosok Anna Mu’awanah yang terus konsisten memperjuangkan kepentingan NU dibuktikan menguatnya dukungan basis NU di Pilkada 2018. Setahun sebelum masa jabatan DPR RI berakhir, PKB Bojonegoro mencalonkan Anna Mu’awanah sebagai calon Bupati Bojonegoro.
Keberhasilan Anna Mu’awanah membangun kembali hubungan NU-PKB mengantarkannya terpilih menjadi Bupati Bojonegoro periode 2018-2023. Konsistensinya merawat hubungan PKB NU dibalas dengan kenaikan suara PKB yang sangat signifikan. Perolehan jumlah kursi PKB Bojonegoro naik dari 6 kursi di Pemilu 2014 menjadi 10 kursi di Pemilu 2019. Sedangkan untuk DPR RI berhasil menambah 1 kursi lagi.
Sebagai seorang pemimpin yang mempunyai visi jauh kedepan. Anna Mu’awanah tidak hanya menjadian dirinya sebagai kebanggaan basis Nahdliyin. Akan tetapi, Anna Mu’awanah juga berhasil membuktikan bahwa dirinya adalah pemimpin rakyat Bojonegoro. Hasilnya, suara PKB Bojonegoro melesat pada Pemilu 2024, dari 10 di Pemilu 2019 naik menjadi 13 kursi di Pemilu 2024.
Anna Mu’awanah telah berhasil mengembalikan kepercayaan NU dan Rakyat Bojonegoro seperti pada masa awal berdiri 26 tahun yang lalu dengan merebut kembali 13 kursi anggota DPRD Bojonegoro untuk PKB. Sebuah pencapaian yang luar biasa.
Koherensi Gerakan Politik Kultural Nahdliyin
Seperti yang disampaikan diawal, pasang surut hubungan NU-PKB telah terjadi sejak awal pendirian hingga hari ini. Bagi warga nahdliyin dan anggota PKB, kondisi seperti ini bukanlah sesuatu yang baru. Hampir setiap agenda elektoral lima tahunan, politik seperti ini selalu terjadi.
Sebagai kader yang terlibat sejak era awal berdirinya PKB, Anna Mu’awanah tentu memahami betul dinamika politik yang terjadi. Sebagai kader assabiquunal awwalun PKB, yang menjadi saksi sekaligus pelaku sejarah perjuangan PKB, sudah barang tentu mengetahui langkah apa yang harus dilakukan untuk menstabilkannya.
Keberhasilannya mengembalikan posisi PKB dari minus ke nol, dari 6 kursi menjadi 13 kursi seperti periode awal kejayaan PKB adalah salahsatu bukti kepiawaiannya dalam membangun trust warga nahdliyin yang notabene menjadi penyumbang suara terbesar PKB. Sebagai bupati yang diusung PKB dan didukung sepenuhnya oleh NU, Anna Mu’awanah telah berhasil mengimplementasikan kaidah fiqh : Tasharraful imam ‘alar ra’iyyah manuthun bil maslahah, bahwa kebijakan pemerintah kepada rakyat haruslah didasarkan pada kemaslahatan.
Bagi warga NU dan PKB, kehadiran Anna Mu’awanah sudah dirasakan kemaslahatannya. Gedung gedung MWCNU, Pondok Pesantren, Madrasah dan Dinniyah, guru-guru TPQ, pegiat keagamaan, hingga kader perempuan NU ditingkat desa sudah tersentuh pembangunan. Kebanggaan diri sebagai warga Nahdliyin telah menjadi motivasi perubahan.
Disisi lain, keberaniannya dalam merevolusi pembangunan infrastruktur jalan, telah mengubah peta ekonomi Bojonegoro. Arus barang dan orang telah menciptakan sumber ekonomi baru bagi masyarakat Bojonegoro. Kemanfaatan dan kemaslahatan kebijakan pembangunannya sudah dirasakan oleh seluruh masyarakat Bojonegoro.
Anna Mu’awanah telah meletakkan cetak biru pembangunan Bojonegoro. Kerja keras dan perjuangan NU-PKB sejak 26 tahun yang lalu baru dirasakan manfaatnya dalam lima tahun terakhir. Langkah pertama begitu terjal, dan untuk mempertahankan serta melanjutkan tentu lebih berat lagi.
Saya yakin, sebagai kader NU yang kini menduduki jabatan sebagai anggota DPR RI dari PKB, Anna Mu’awanah akan tetap menjadi satu kesatuan yang koheren dalam mewujudkan cita-cita NU dan PKB. Dan kita sebagai kader NU-PKB sudah seharusnya menjadi kepanjangan tangan untuk memastikan keberlanjutan ide dan gagasan besar itu dapat terwujud. (King)
Oleh: Amrozi, S.H.
Penulis: Sekretaris PC MA IPNU
Editorial: Korwil Jatim