DROP OUT (DO) SISWA DIDIK, SMAN1 TANJUNGSIANG DIDUGA TELAH GAGAL MENGEMBAN TUGAS MULIA PENDIDIKAN

Subang, tribuntipikor.com

Senin, (28/10/2024) Pemutusan hubungan pendidikan hanya boleh dilakukan apabila siswa atau orang tua/wali mengajukan pengunduran diri secara lisan dan tertulis. Ini merujuk kepada UUD NRI 1945 Pasal 31 ayat 1 berbunyi bahwa ” Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Atas dasar peraturan perundang undangan tersebut, pendidikan merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Artinya, tidak ada seorangpun bahkan negara dapat merampas hak pendidikan seseorang, karena sejatinya pendidikan merupakan hak dasar yang melekat pada individu sejak lahir. Pendidikan merupakan aspek penting dalam kehidupan, bahkan secara tegas disebutkan dalam pembukaan UUD NRI 1945 alinea keempat dan merupakan salah satu tujuan bangsa Indonesia yaitu ” Mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Media Tribun tipikor menyoroti Sekolah SMAN 1 Tanjungsiang saat ini dihadapkan pada persoalan dilematis terkait kenakalan anak didiknya. Sehingga mengambil sikap mengeluarkan anak didik dari sekolah atau drop out (DO) disaat pemerintah tengah menaikan tingkat pendidikan masyarakat.

Kalau merujuk kepada UUD NRI diatas, lembaga pendidikan tidak boleh mengeluarkan anak didiknya dengan alasan apapun. Bahkan, siswa yang menjalani hukum dan ditahan pun, sekolah tetap memiliki kewajiban memenuhi pendidikannya.

Jika menilik kembali dalam peraturan Pemerintah No 47 Tahun 2028 Tentang wajib belajar Pasal 12 Ayat (1) yang menegaskan bahwa ” Setiap warga negara Indonesia usia wajib belajar, wajib mengikuti program wajib belajar”.Serta Undang-Undang Nomer 14 tahun 2025 tentang Guru dan Dosen yang menyatakan dalam Pasal 1 Ayat (1) ” Guru adalah pendidik propesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia anak pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”.

Tugas pendidik itu sangat mulia. Tugas mulia inilah yang di emban para pendidik dan tenaga kependidikan yang di presentasikan dalam lembaga pendidikan bernama sekolah. Apa bila mengeluarkan siswa dari sekolah masih dipergunakan dalam peraktek pendidikan, maka tugas mulia pendidikan itu telah gagal diemban sekolah. Setidaknya sekolah yang mempresentasikan sebagai manusia dewasa telah gagal membimbing manusia yang belum dewasa menuju kedewasaan.

Keputusan mengembalikan siswa kepada orangtuanya untuk dibina memang merupakan penerapan sanksi atas pelanggaran tata tertib sekolah yang sebelumnya sudah disepakati semua pihak. Dan, karena akumulasi poin pelanggatan tata tertib sekolah sudah melampaui ketentuan yang ada. Alur berpikir semacam itu dijadikan pembenaran dalam mengambil keputusan ; bisa diterima karena masuk akal. Tetapi, hal ini sekaligus menunjukan bahwa persekolahan sedang terjebak dalam kubangan pragmatisme sempit yang mengangkangi falsafah pendidikan sepanjang hayat.

Hal ini terjadi kepada salah satu siswa SMAN 1 Tanjungsiang Kelas 12. Disaat semester akhir yang sebentar lagi tamat , siswa (W) asal Dusun 3 desa Cibuluh harus drop out (DO) dari sekolah tersebut. Diduga telah melakukan pelanggaran tata tertib srkolah.

Awak media Tribun tipikor sangat prihatin dan menyayangkan kepada pihak sekolah, karena disaat kebijakan- kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah menunjukan, bahwa upaya yang dilakukan sangat serius dalam menjamin hak pendidikan generasi penerus bangsa. Seperti halnya saat ini
pemerintah sedang gencar melakukan pendataan siswa yang drop out ke setiap sekolah, yang tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan dalam menuntaskan pendidikan kepada orang yang mengalami drop out, bukan malah sebaliknya yang sedang belajar justru malah harus meninggalkan bangku sekolah.

Padahal hukuman bagi siswa yang melakukan perilaku menyimpang, seharusnya pihak sekolah jernih mengambil sikaf, diupayakan bisa menyadarkan akan kesalahan, menuntun mereka kejalan yang benar, dan tidak mengulang kembali kesalahan lagi. Ketika anak anak salah, janganlah sampai merasa “dibuang” tapi rengkuhlah dengan kasih sayang secara bersama antara sekolah, orangtua bahkan juga masyarakat.

(Oo.S)

Pos terkait