Nganjuk Jatim, tribuntipikor.com
Semakin berkembangnya polemik, desas desus para Kepala Desa (Kades) se-Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, tentang Biaya Operasional Mobil Siaga Desa (BOMSiDes), sesungguhnya sejumlah Kades telah mengungkapkan berbagai keluhannya mengenai (BOMSiDes) yang telah diturunkan dari Pemerintah Pusat ke setiap Pemerintah Kabupaten. Karena, dana anggaran pengganti BOMSiDes tersebut sangat minim sekali, bahkan sebenarnya tak mencukupi, kendati memakai bahan bakar terpilih premium Pertamax.
Menurut perwakilan Kades yang tak mau namanya dipublikasikan dengan inisial (LM) “hal itu mengacu dari kemampuan tiap desa serta kapasitas pemakaian jelas tidak sama mengenai kebutuhan masyarakat, sedangkan untuk menggunakan barang yang telah disediakan oleh pemerintah, peruntukannya guna pelayanan kepada rakyat.
Lebih lanjut, (LM) Kades turut kecamatan Ngronggot mengatakan, bahwa disetiap desapun penduduk yang memerlukan mobil siaga tersebut tidak sama ukurannya, misalkan desa A dalam satu bulan memakai 10 kali, tentunya berlainan dengan desa B yang pemakaiannya dalam sebulannya 20 kali. Naah.! di situlah masalahnya. Jelasnya.
Sementara biaya operasional yang diturunkan dari pemerintah berkisar Rp. 1.500.000,- (Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah), hal itu juga diperkuat oleh (LS) Kades turut kecamatan Prambon pada Jum’at, 26 Juli 2024 yang mana dalam keluhnya bahwa mobil siaga itu boros, bayangkan ke RS Menur, Surabaya dengan bensin senilai Rp.250.000,- tidak cukup karena memakai bahan bakar Pertamax. Ungkapnya.
Demikian pula dengan apa yang disampaikan oleh Kades di Kecamatan Bagor pada Senin, 29 Juli 2004. Dirinya mengatakan, jika ke Surabaya ukuranya ya.! Rp. 300.000,- namun, bila anggaran kurang, dapat diambilkan dari Dana Desa, tetapi tidak boleh melebihi juklak dan juknisnya. Katanya.
Berikutnya keluhan dari Kades turut kecamatan Lengkong yang tak beda jauh dengan Kades berinisial (Sj) di kecamatan Gondang pada Selasa, 30 Juli 2024, Ia mengatakan bahwa dalam setahun bila dianggarkan 30 Juta tidak cukup karena habisnya 60Juta, memang boros.! karena mesin jenis APV beda dengan Avanza atau yang lain. Kalau disini tidak bisa diisi premium Pertalite harus Pertamax. Ujarnya.
Berbicara kekurangan anggaran, ya.! kalau bisa diambilkan dari Dana Desa enggak apa-apa tidak harus kurang, contoh dari desa Lengkong ke Solo PP habisnya Rp.450.000,- kemudian kita anggarkan 60 Juta, anggaran itu sudah keseluruhan termasuk ganti ban dan jika ada kerusakan termasuk gaji sopir serta perawatan. Pungkasnya.
Olehnya, tersebut kesemuanya diatas yang menjadi harapan sejumlah perwakilan Kades dan melalui media tribuntipikor.com sebagai Sosial Control terkait dana anggaran BOMSiDes kiranya Pemerintah Pusat dan jajaran terkait bisa mengerti dan memahami bahwa sesungguhnya situasi yang berada di tingkat Pedesaan adalah berbeda, sementara itu, semuanya demi rakyat yang membutuhkan guna ke Kesejahteraan yang memadai. (Inem)
Reporter: Laminem
Editorial: Korwil Jatim