Jakarta, tribuntipikor.com
Selama ini kebanyakan orang memahami kemerdekaan yang dimaksudkan dalam Pembukaan UUD 1945 hanya dimaknai sebagai kemerdekaan kolektif bangsa. Padahal, tidak akan ada kemerdekaan kolektif tanpa ada kemerdekaan dan kebebasan individu. Termasuk di dalamnya kebebasan menyampaikan pendapat melalui pers.
Sebelum reformasi, meskipun telah ada pernyataan bahwa kemerdekaan dan kebebasan menyampaikan pendapat sebagaimana diatur dalam Pasal 28 UUD1945, namun masih sebatas janji, karena bergantung pada undang-undang yang dibuat oleh penguasa. Pada era reformasi, pasca dilakukan perubahan terhadap UUD 1945, pengakuan akan kebebasan berpendapat baru secara eksplisit dijamin dalam konstitusi.
Hal tersebut disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, di hadapan para jurnalis media cetak, elektronik, maupun online, pada acara Media Workshop yang bertema Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan RI, Sabtu (17/5), di Bogor, Jawa Barat.
Jimly juga menambahkan, pers sebagai pilar keempat demokrasi, juga telah dijamin kemerdekaannya dan diakui keberadaannya oleh UUD 1945, seperti halnya tiga pilar demokrasi lainnya, yakni kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
âKemerdekaan pers merupakan komitmen pertama yang ada di dalam UUD 1945, bahkan menjadi kalimat pertama dalam Pembukaan. Jadi keliru bila ada yang menganggap pers tidak ada di dalam UUD 1945,â tegasnya. Selain itu, menurut Jimly, âSalah satu roh dari demokrasi adalah kebebasan bereksperesi. Dan itu dekat dengan kebebasan pers.â
Pada acara yang digagas oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) bekerja sama dengan MK tersebut, Jimly juga mengatakan bahwa saat ini sudah tidak bisa lagi memaknai kemerdekaan secara kolektivis integralistik seperti pemaknaan terhadap UUD 1945 sebelum perubahan. Jimly berpendapat, UUD 1945 setelah perubahan telah memberikan jaminan atas hak asasi manusia setiap individu warga negara (human right and citizens right).
Kebebasan, Profesionalisme, dan Kesejahteraan
Pada era kebangkitan pers saat ini, Jimly juga sangat mendukung dunia pers yang terus memperjuangkan pers bebas, profesional, dan sejahtera. Menurut Jimly, apa yang diperjuangkan oleh pers tersebut, sama dengan prinsip negara, yakni demokrasi, rule of law, dan social welfare.
Sebagai salah satu dari pilar demokrasi, pers memiliki tanggung jawab untuk juga meningkatkan profesionalisme. Selain itu, tambah Jimly, âDalam negara hukum, salah satu roh dari rule of law adalah profesionalisme. Jadi sama itu. Saya dukungâ
Lebih lanjut Jimly juga mengutarakan bahwa agar dapat berjalan, demokrasi memerlukan prasyarat sosial, yakni kaum profesional yang menjadi jembatan (intermediate structure) antara masyarakat kelas bawah dengan kaum elit. âDan salah satu kaum profesional kelas menengah ini adalah wartawan,â pungkasnya.
-Andi Prasetyo-