Kabupaten Semarang, tribuntipikor.com
Memasuki awal Tahun 2024, pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar bersubsidi di beberapa titik Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) mengalami kelangkaan. Bukan karena kurangnya pasokan solar subsidi, itu terjadi karena masih bergerilyanya para mafia BBM.
Begitu juga dengan antrian di beberapa titik SPBU, itu diduga karena ulah dari mafia BBM. Seperti di SPBU 44.507.01 yang tepatnya berada di jl.raya Salatiga-solo No.Km.8, Kaliwiru ,Tengaran, Kecamatan.Tengaran, kabupaten Semarang(50775) diduga jual BBM bio solar subsidi kepada mafia minyak dengan mengunakan truk golongan 2 yang telah di modifikasi,Sabtu sore (02/03/2024) sekitar 16.00
Dari pantauan tim media dilapangan terlihat beberapa armada truk golongan 2 modifikasi yang berada di dalam SPBU sedang mengantri untuk mengisi solar, di duga ada permainan antara SPBU dengan Pihak Mafia Solar.
Terlihat dilokasi SPBU diduga para mafia minyak bergantian melakukan pengisian kepompa bio solar subsidi di SPBU saat pengunjung sedang sepi, maupun dalam keadaan antrian panjang.
Saat didapati, pekerja SPBU bersama para pembeli yang menggunakan truk modifikasi langsung bergegas dengan tergesa-gesa menghindari kedatangan tim media. papan pemberitahuan bertuliskan Maaf Solar Habis kerap terpampang di depan SPBU. Fenomena yang tidak lazim di SPBU itu, diduga karena stok solar subsidinya sudah disedot habis para mafia BBM.
Setelah di lakukan klarifikasi lebih lanjut kepada operator bahwa dirinya sudah melaksanakan pengisian sesuai SOP nya yaitu menggunakan Barcode. Padahal dalam kenyataan nya operator mengisi truk modifikasi tersebut tidak memperhatikan Plat Nomor dari Truk tersebut. Sesuai struk yang di tujukan kepada awak media bahwa truk yang berkepala warna putih dengan bak warna BIRU dan tertutup terpal dengan nopol S 9816 UR yang sedang ngangsu.Menurut informasi pemilik truk tersebut berinisial BY
Padahal batasan pengisian solar tertera jelas didepan SPBU, yakni kendaraan pribadi roda 4 dan roda enam mendapat jatah 60 liter perhari, sedangkan angkutan umum roda 4 80 liter dan angkutan umum roda 6 truk 200 liter perhari.
Sayangnya aturan tersebut tak berlaku bagi para Mafia pengansu/penimbun solar. Sebab dengan bantuan petugas SPBU truck angkutan umum dalam kategori roda 4 & 6 yang harusnya hanya mendapat jatah 80 liter, bebas mengisi hingga ratusan liter bahkan ribuan liter dengan tangki yang sudah dimodifikasi.
Jadi solar subsidi yang diambil di SPBU dengan menggunakan truk modifikasi yang telah di modifikasi ‘ngangsu’ , ditampung, kemudian dijual kembali ke pihak perusahaan dengan harga industri,” beber sumber.
Oknum mafia BBM yang menghisap solar subsidi di SPBU-SPBU Diwilyah tengaran sampai salatiga Masih banyak, bergerilya nya mafia BBM di Kabupaten Semarang masyarakat mendesak agar aparat kepolisian baik Polda Jateng, dan Polres setempat serta Pertamina mengambil langkah penindakan.
Karena jika tidak ada penindakan, bisa menimbulkan persepsi buruk di kalangan masyarakat. Masyarakat bisa beranggapan aparat penegak hukum kita telah main mata ataupun sebagainya dengan para pelaku penimbunan BBM subsidi jenis solar. Pertamina dan Polri harus menunjukkan komitmennya kepada masyarakat, untuk mengawasi dan menindak tegas siapa saja yang terlibat melakukan penimbunan.
Karena hal itu merupakan bentuk penyelamatan hak masyarakat kurang mampu untuk mendapatkan BBM bersubsidi sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas). Penerapan denda dalam penyalahgunaan BBM juga mendapatkan dukungan dalam Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) Pasal 55. Ada pidananya dan denda. Langkah pengawsan dan pencegahan yang masif sangat dibutuhkan masyarakat. Sebab jika tidak, maka akan menambah persoalan besar jika resesi krisis pangan terjadi di tahun 2024 nanti. Karena banyak masyarakat yang mempunyai usaha kecil menengah dibagian pertanian membutuhkan BBM solar.
Diketahui, Pertamina telah melarang konsumen membeli bahan bakar minyak di SPBU dengan maksud dijual kembali. Larangan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas (Migas).
Dalam Undang-Undang tersebut, jelas menyampaikan siapa saja yang memperjualbelikan kembali BBM melanggar aturan Niaga BBM, Pasal 53 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Migas dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp 30 miliar.
(Andi P)