Semarang Jateng, tribuntipikor.com
Sidang Peninjauan Kembali (PK) Perkara dugaan pelecehan seksual yang menjerat I Nyoman Adi Rimbawan sebagai terdakwa, pada tanggal 17 Januari 2024 telah dinyatakan selesai oleh Pengadilan Negeri Semarang.
Namun hingga sampai saat ini dokumen perkara tersebut dikatakan pihak pemohon atau Kuasa Hukum Terdakwa I Nyoman Adi Rimbawan belum juga dikirim ke Kantor Mahkamah Agung Jakarta.
Adanya hal tersebut sontak menimbulkan pertanyaan besar dibenak Akbar Riski Tamala S.H, sosok Lawyer dan/atau Kuasa Hukum yang selama ini mendampingi I Nyoman Adi Rimbawan dalam mencari keadilan.
Padahal secara aturan administrasi perkara, batas waktu pengiriman dokumen PK ialah satu bulan setelah perkara dinyatakan telah selesai disidangkan. Artinya, tanggal 17 Februari 2024 dokumen PK tersebut harus sudah dikirim pihak PN Semarang ke Kantor Mahkamah Agung di Jakarta.
“Maka menjadi sebuah pertanyaan besar bagi saya yang mewakili kepentingan I nyoman Adi. Ada apakah dibalik itu.? Karena hal seperti ini tidak lazim terjadi.” katanya sembari meminta wartawan untuk turut ikut menilai sendiri ihwal kemelut persoalan keluarga Notaris ternama di Kota Semarang dan Denpasar. Senin, 19 Februari 2024.
Upaya PK tersebut ditempuh, lanjut Akbar, setelah I Nyoman Adi Rimbawan menjadi Warga Binaan Permasyarakatan (WBP) di Lapas Kelas I Semarang selama 5 Tahun, dengan vonis akhir 18 Tahun penjara. Pasalnya hingga saat ini terdakwa tetap bersikukuh kalau tidak pernah melakukan perbuatan seperti apa yang telah dituduhkan oleh pihak pelapor.
“Perkara yang diduga kuat berproses dari suatu hal kebohongan pelapor dan rekayasa gerombolan yang mengkriminalisasi itu berujung peradilan sesat hingga memvonis 18 Tahun penjara kepada notaris I nyoman adi yang memiliki praktek kerja sebagai Notaris di Kota Denpasar.” imbuhnya,
Masih kata Akbar, hal-hal lucu yang terjadi dalam perkara tersebut adalah penyangkalan demi penyangkalan yang sebagian besar diduga bersumber dari cerita bohong atau pabrikasi. Sehingga atas hal itu I Nyoman adi harus menerima vonis akhir 18 tahun penjara. Setelah sebelumnya ia divonis di PN semarang pada persidangan tingkat pertama selama 13 Tahun.
“Penyangkalan terhadap suatu kebenaran adalah suatu sikap yang biasa terjadi dan dialami olen I Nyoman adi selama kurun waktu 18 Tahun hidup bersama dengan notaris Jane Margaretha Handayani seorang notaris di kota semarang yang memiliki anak dari pernikahan dengan suami sebelumnya bernama Titisari wardani. Ia yang mengaku telah mendapat pelecehan sexsual dari I nyoman adi sebagai calon ayah sambungnya yang diceritakan katanya berlangsung semenjak Tahun 2013 sampai Tahun 2018. Namun pada fakta persidangan hal yang terbukti dan dinyatakan oleh saksi-saksi orang dekat adalah sebaliknya, bahwa dalam kurun waktu tersebut pelapor atau korban Titisari wardani lah yang telah melakukan banyak pelecehan sexsual, kekerasan fisik dan kekerasan verbal kepada diri I nyoman adi yang saat itu di kuatkan juga oleh kesaksian dari Jane margaretha handayani sendiri sebagai ibu kandung dari Titisari wardani yang membela I nyoman adi sebagai saksi meringankan atau orang dekat yang hidup bersama di tengah-tengah keluarga.” Jelasnya,
Tak hanya itu, masih terang Akbar, berdasarkan dokumen yang ada kebiasaan berbohong dan upaya manipulasi yang dilakukan pelapor Titisari wardani, diduga kuat karena ada kepentingan orang lain juga yang mendompleng. Sehingga hal tersebut dilawan dan diluruskan oleh saksi Jane Margaretha Handayani didalam persidangan.
“Jane mengetahui bahwa tuduhan Tissa kepada I Nyoman Adi sebenarnya tidak ada atau tidak pernah terjadi. namun berawal dari keinginan Titisari wardani bersama pacarnya yang marah kepada Jane karena keinginannya untuk menikah dengan pacarnya yang dibina kira-kira sejak Tahun 2017 yang bernama Nehemia Cesare Rijkers yang tidak dikenal asal usulnya oleh jane, sehingga ditolak oleh Jane.” paparnya,
Akbar menegaskan, sangat berbeda dan tidak terbukti benar dengan kesaksian memberatkan dari saksi pelapor lainnya yakni Notaris Dewi Kusuma yang tak lain adalah ibu kandung dari Jane Margaretha Handayani sendiri yang mengatakan dari awal tidak menyukai hubungan anaknya dan I nyoman adi.
“ia menyatakan sebenarnya mengetahui cucu dan anaknya tidak bahagia hidup bersama I nyoman yang dianggap seorang pengangguran dan suka menyiksa mereka. walaupun bukti-bukti fakta foto, surat dan video mengungkapkan hal sebaliknya sampai Tahun 2018 juga telah disodorkan dalam persidangan oleh I nyoman adi sebagai upaya melawan pernyataan tersebut. Namun, notaris Dewi Kusuma tetap meminta dengan keras kepada hakim untuk segera memvonis berat I nyoman adi sambil berusaha mendikte hakim untuk menggunakan kekuatan laporan Titisari Wardani dan saksi psikolog saja. seperti yang tertuang jelas nya dalam bunyi putusan perkara No 439 PN semarang dan lebih jelasnya lagi dalam rekaman saksi saksi persidangan yang di miliki dan di simpan oleh I nyoman adi hingga sekarang.” tandasnya,
Akbar juga menyimpulkan, berdasarkan tangkapan chapture komunikasi WhatsAapp antara Jane Margaretha Handayani dengan oknum penyidik Kepolisian yang menangani perkara tersebut sangat mudah untuk mengurai dan mencari siapa dalang di belakang perkara ini.
“I nyoman adi akhirnya sampai di vonis 18 tahun dan apa sebenarnya yang terjadi, jika aparat penegak hukum mau peka dan berkeadilan dalam penanganannya, maka dari itu ia membela kepentingan I nyoman adi dalam hak hukumnya mencari keadilan dalam upaya PK. sebenarnya dokumen PK lengkap tersebut setebal 400 halaman yang merupakan argumen I Nyoman Adi yang digunakan sebagai dasar para lowyer untuk bersikap, namun disempurnakan menjadi 75 halaman. ia juga akan segera ke PN semarang untuk menanyakan perihal tertundanya pemberitahuan tentang berita pengiriman dokumen PK yang telah ditanda tangani bersama tersebut, kenapa belum diterimanya hingga batas waktu ditetapkan.” pungkasnya. (King)
Editorial: Solikin.gy