Jakarta, tributipikor.com
Pendiri Indonesian Audit Watch, Iskandar Sitorus, S.H bersama team, mendatangi Kejaksaan Agung R.I, pada Selasa, 24 Januari 2023.
Ketika ditanyakan maksud kedatangan, Iskandar Sitorus S.H, menyatakan, “Kedatangan kami, untuk memberikan Surat aduan masyarakat adanya dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan Kebun kelapa Sawit milik Rakyat di beberapa wilayah di Indonesia.
Semoga dengan adanya surat aduan kami ini, Kejaksaan Agung mau menindak lanjuti dan melakukan penyidikan”.
Adapun isi Surat Aduan tersebut, diantaranya :
Nomor : 17/PendiriIAW/I/23 Jakarta, 24 Januari 2023
Lampiran: 1 (satu) bundel foto copy berkas
Sifat : Pengaduan masyarakat (Dumas)
Perihal : Mohon menyelidiki sampai menyidik dugaan tindak pidana korupsi berupa penyimpangan kewenangan oleh beberapa instansi yang secara bersama-sama dan atau sendiri-sendiri mempublikasi angka yang tidak sesungguhnya terkait penata kelolaan perkebunan kelapa sawit sehingga terjadi perbedaan data luasan kebun kelapa sawit dan jumlah produk CPO beserta turunannya sehingga menguntungkan orang lain yang berakibat negara tidak memperoleh pajak dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dengan seharusnya.
Kepada Yth.,
Bapak Jaksa Agung RI
Di Jakarta
Dengan hormat,
Indonesian Audit Watch (IAW) bangga terhadap bapak Jaksa Agung yang kukuh menyidik sampai bisa disidang dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) serta tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal yaitu tindak pidana korupsi dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT Duta Palma Group.
Kami yakin akan terbentuk model pembenahan terkait data faktual luasan kebun sawit, asal/jenis area perkebunan kelapa sawit, jumlah produk CPO dan seluruh turunannya yang diekspor dan atau diimpor sebab berimplikasi terhadap pendapatan negara.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) pada Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tahun 2019 terhadap Perizinan, Sertifikasi.. dstnya.
Dari uraian di atas maka menjadi ideal bagi bapak Jaksa Agung untuk menyidiknya karena:
- Terbukti bahwa multi kebijakan dari Pemerintah yang sangat signifikan turut mendukung terciptanya perkebunan kelapa sawit Indonesia menjadi yang terbesar di dunia. Tentu sudah sangat tepat jikalau Pemerintah mendapatkan efek baik dari kebijakannya demi kesejahteraan rakyat.
- Kebijakan dari Pemerintah adalah suatu hal yang mempunyai efek secara langsung dan tidak langsung terhadap seluruh hasil perkebunan kelapa sawit, dimulai dari Tandan Buah Segar (TBS) sampai pada CPO dan produk turunannya. Kebijakan itu tentu harus terukur dan teruji memberi nilai positif pada negara.
- Berdasar poin 1 dan 2 di atas maka patut diduga bahwa pendapatan negara baik berupa pajak atau PNBP yang selama ini dipublikasi menjadi patut untuk diselidiki kebenarannya. Jangan sampai wibawa negara dan Pemerintah bisa dengan mudah dikecoh.
- Seluruh penggunaan dana baik uang negara dan atau uang negara yang dipisahkan yang diserap entitas dan atau individu pemilik perkebunan kelapa sawit pantas untuk disidik akibat dari data-data yang meragukan tersebut.
- Terhadap pungutan ekspor sawit oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang pada satu tahun tertentu mencatatkan pendapatan sebesar Rp72,45 triliun pada 2021 melonjak sekitar 241% dari Rp21,27 triliun dari 2020 patut untuk diragukan sebab berlandas pada data yang patut diduga keliru.
- Serapan terhadap hampir 99% dari pendapatan pada sesuatu tahun kerja BPDPKS yang berasal dari pungutan ekspor sawit, yang jika diakumulasi sejak lahir BPDPKS diprediksi sudah memgelola ratusan triliun menjadi sangat patut untuk disidik demi akuntabilitas. Sebab fakta data perkebunan kelapa sawit tidak faktual.
Dimana sebagian diantara temuan itu adalah:
- Perizinan, sertifikasi, dan implementasi pengelolaan perkebunan kelapa sawit dilaksanakan tidak sesuai dengan kriteria atau ketentuan terkait kehutanan dan perkebunan.
- Perkebunan kelapa sawit pada 15 (lima belas) kabupaten yang dipetik belum memiliki hak atas tanah/Hak Guna Usaha (HGU) seluas 1,02 juta hektar.
- Sebanyak 181 (seratus delapan puluh satu) perusahaan perkebunan kelapa sawit menggunakan kawasan hutan seluas +349.63 ribu hektar.
- Ada 110 (seratus sepuluh) perusahaan perkebunan kelapa sawit menggunakan kawasan gambut seluas 345.23 ribu hektar.
- Sebanyak 187 perusahaan perkebunan belum memenuhi kewajiban pembangunan kebun masyarakat pabrik pengolahan, dan 20% pembangunan kebun perusahaan belum memenuhi persyaratan.**
Berdasarkan informasi dan bukti, surat aduan tersebut telah di terima oleh Staf Kejaksaan Agung R.I, pada tanggal 24/01/2023, pukul 1: 57 Siang.
(Rahmat tr)