Puguh Triwibowo ST, SH : Dasar Hukum Perceraian

Jakarta, tribuntipikor.com

Undang-Undang No. 1 tahun 1974, pada dasarnya mengatur tentang perkawinan, dan dalam pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, bahwa dalam Bab 1 pasal 1 tentang perkawinan sebagaimana tertulis “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa”.

Seorang suami sudah sepatutnya menyayangi istrinya , dan seorang istri menyayangi suaminya , dalam suatu ikatan perkawinan sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 33,” Suami isteri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan
memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain”.

Jika dalam ikatan perkawinan tersebut hanya di sahkan di pemuka Agama, dan tidak didasarkan pada Undang-undang No. 1 tahun 1974, maka dianggap tidak sah atau perkawinan dibawah tangan. bahwa ikatan tersebut harus ada dibawah undang-undang yang berlaku, dan akta resmi yang dikeluarkan oleh Dukcapil setempat.

Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 Bab 2 tentang pencatatan perkawinan, pada Pasal 1 berbunyi “Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan
perkawinannya menurut agama Islam, dilakukan oleh Pegawai
Pencatat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 32
Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk” dan pasal 2 berbunyi ” Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan
perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain
agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat perkawinan pada
kantor catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai
perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan.

Dalam proses perjalanan perkawinan antara dua hati yang bersatu pasti ada permasalahan-permasalahan atau pertengkaran kecil dalam keluarga yang bisa mengakibatkan perpecahan. Untuk itu dalam mengarungi bahtera rumah tangga diharapkan suami dan istri bisa bahagia hingga akhir hayatnya.

Pada kenyataan yang ada banyak kasus perceraian yang didaftarkan di pengadilan Negeri ataupun Pengadilan Agama, dengan gugatan dan alasan yang sangat bervariatif, sehingga tingkat perceraian semakin tinggi. akibat tidak adanya kepercayaan, rasa cinta, rasa memiliki sudah tidak ada lagi antara suami dan istri.

Seorang Advokat atau pengacara dalam hal ini bisa ikut serta mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa, atau memberikan solusi terbaik jika sudah tidak ada jalan keluar selain Perceraian, hal tersebut akibat permintaan dari klien yang memang sudah tidak dapat didamaikan antara kedua belah pihak, sebagaimana tertulis dalam pasal 39 , “Perceraian hanya dapat dilakukan didepan Sidang Pengadilan setelah
Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak”.

Hal lain yang menyebabkan Perceraian terjadi dengan alasan pasal 19 huruf a No.9/1975 jo. Pasal 116 huruf a KHI yaitu salah satu pihak berbuat zina, atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan ( penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf a UU.No. 1/1974 , jo. Pasal 19 (a) PP. No. 9/1975, jo.

Penyebab putusnya perkawinan adalah Apabila kita meneliti pada Pasal 38 ayat 1 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan atas keputusan Pengadilan. Perceraian adalah salah satu bentuk dari sebab putusnya perkawinan.

Sumber hukum :

  1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
  2. Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975
  3. Kompilasi Hukum Islam

Oleh : Puguh Triwibowo ST, SH (Musisi & Advokat . Red / Agus sugianto

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *