Bojonegoro Jatim, tribuntipikor.com
Alam semesta, bumi Pertiwi poros tumpuan dalam hidup serta kehidupan mahluk hidup yang berjiwa dan beraga, apalagi manusia, yang sangat membutuhkan banyak oksigen CO2. Olehnya bumi menumbuhkan tumbuh – tumbuhan guna keselarasan roda kehidupan disamping yang lainnya. Termasuk tumbuhan pohon yang mana pohon besar nan rindang itu disamping sebagai penopang terik panas matahari juga sebagai sumber oksigen dan penyejuk alam, jiwa. Sehingga rotasi keselarasan alam, bumi Pertiwi, selalu berimbang,
Ekosistem, perubahan tatakelola ruang kabupaten/kota perlu, akan tetapi dampak pembangunan tentunya juga harus dibarengi dengan sebuah solusi yang berimbang pula.
Hal inilah yang membuat seorang Pengamat Sosial Politik dan Budaya Indonesia (PSPBI) Gus Asim kembali memberikan kritikan keras, terkait proyek pembangunan saluran air dan trotoar khususnya diwilayah perkotaan Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur.
Pasalnya, ketika Gus Asim dikonfirmasi oleh media tribuntipikor.com, melalui sambungan telepon seluler WhatsAppnya pada Selasa 20/09/2022 malam di Jakarta, dirinya menyampaikan bahwa pembangunan rehab saluran air/unit dan trotoar itu justru telah merusak aturan ruang tatakelola perkotaan. Dimana dengan adanya penebangan pohon-pohon termasuk pohon sono keling yang berada di dalam kota, tentu ini berdampak pada masyarakat luas, khususnya perkotaan, karena tidak diiringi dan/atau segera diadakan pembibitan pohon kembali.
Menurut Gus Asim, suhu panas dalam kota Bojonegoro sangat panas luar biasa, dikarenakan semua pohon di tebang habis dengan anggapan mengganggu kelancaran rehab pengerjaan proyek saluran air/unit dan trotoar sampai-sampai di tebang habis ke akar-akarnya. Ucapnya.
Nah.! sekarang yang menjadi pertanyaan semua kayu pohon termasuk sono keling yang di tebang itu dibuang kemana batang pohonnya, di karenakan batang pohon yang di tebang tersebut walaupun sudah berbentuk sampah atau limbah pastinya ada nilai tukarnya, “jadi yang saya pertanyakan hasil dari pada penjualan batang pohon tersebut yang jumlahnya ribuan M3 itu masuk ke siapa.? ke Kas Daerah kah atau ke para oknum pejabat terkait, tentu itu harus jelas dan ada pertanggung jawabanya.” Jelasnya.
Mengapa demikian, karena kan pohon – pohon termasuk sono keling itu juga termasuk aset daerah dan otomatis milik masyarakat Bojonegoro dan bukan milik kepala daerah atau oknum pejabat tertentu, maka harus di pertanggung jawabkan kejelasannya. Tandasnya.
Hal ini, kalau memang penebangan pohon dan/atau penjualan pohon itu yang bertangung jawab Dinas Lingkungan Hidup (DLH) maka DLH lah yang bertangung jawab menyampaikan ke publik terkait kemana kayu-kayu itu di jual dan berapa hasil dari penjualan kayu tersebut serta masuk kemana hasil penjualan kayu tersebut.
Olehnya, untuk mengawal dan mengawasi terkait kemana dan di kemanakan hasil penjualan kayu tersebut, disinilah peranan media, lsm, okp, ormas, tokoh masyarakat, aparat penegak hukum (APH) sangat-sangatlah di perlukan, dan menurut Gus Asim, hal itu biar tidak ada kecurigan atau berfikir negatif masyarakat terkait dikemanakan kayu dan hasil penjualan kayu penebangan itu. Ungkapnya.
Seharusnya pemerintah melakukan lelang terbuka tidak semestinya diam-diam, dengan cara semua kayu yang di tebang dikumpulkan di suatu tempat dan di kavling, baru di lelang, setelah itu hasil dari pada lelang di umumkan ke publik, dan kemudian uangnya di masukan ke Kas Daerah, ini kita lihat kesanya main bantai aja, tanpa ada pertanggung jawaban yang jelas, kok kesanya oknum pejabat Bojonegoro pada kebal hukum semua. Pungkasnya. (Kin)
Reporter: Solikin.gy
Editorial: Solikin.gy