Kenaikan Harga BBM Dalam Presfektif Ekonomi Makro

Surabaya Jatim, tribuntipikor.com

Forum Grup Discusion (FGD) bersama Sejumlah aktivis mahasiswa di Surabaya yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Surabaya peduli Energi kamis 15 september 2022 di Surabaya mengadakan Forum Diskusi yang menggambil tema Kenaikan Harga BBM Dalam Prespektif Ekonomi Makro. Dalam Forum tersebut menghadirkan narasumber Sdr. Achmad Room Fitrianto, S.E, MEI,M.A,PhD selaku Wakil Dekan FEBI UIN Sunan Ampel Surabaya,

Dalam penyampaiannya Achmad Room Fitrianto menyampaikan bahwa pemerintah telah memberlakukan penyesuaian harga BBM pada tanggal 3 september 2022 untuk jenis Pertalite, Solar dan Pertamax. Penyesuaian harga tersebut menjadikan harga Pertalite naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10 ribu per lite, harga solar naik dari dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter. Sedangkan harga Pertamax dikerek menjadi Rp 14.500 dari sebelumnya Rp 12.500.

Hal itu, diakui atau tidak, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tersebut memiliki efek yang langsung terasa ke perekonomian. Efeknya sudah akan terasa pada kinerja ekonomi semester kedua. Sedangkan kenaikan harga ini akan memicu sebuah inflasi, dan diperkirakan inflasi hingga akhir tahun ini bisa mencapai 5,2%.

“hitung-hitungannya, dari kenaikan harga Pertalite menjadi Rp 10 ribu per liter akan menggerus pertumbuhan ekonomi 0,17%, dan mengerek inflasi 0,83%. Sementara dari kenaikan Solar menjadi Rp 6.800 per liter akan mengerek inflasi 0,17%, dan mengoreksi pertumbuhan ekonomi mencapai 0,03%” kata Achmad.

“Alasan pemerintah menaikkan harga BBM yang dipicu oleh semakin besarnya beban subsidi dan ketidaktepatan sasaran pemberian subsidi BBM barangkali perlu ditinjau kembali. Jika pemerintah melihat subsidi sebagai sebuah beban, maka tentunya hal ini memang akan terasa memberatkan. namun disisi lain, kemampuan pemerintah untuk menyediakan harga BBM yang ramah di kantong akan menjadi salah satu bukti kesuksesan pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi masyarakat. Disinilah letak pedang bermata duanya” jelasnya.

Lalu bagaimana cara mencegah kebijakan pedang bermata dua ini tidak membahayakan.? Achmad mengungkapkan salah satunya adalah dengan mengisolasi dampak kenaikan BBM. Disebutkan bila rata-rata harga minyak US$85/barel, tambahan subsidi pemerintah menjadi RP 640 triliun. Namun jika ICP berada di atas US$100, total subsidi pemerintah dalam bentuk BBM mencapai Rp 649 triliun. Maka usaha isolasi yang dilakukan diantaranya dengan memberikan tambahan Rp 24,17 triliun untuk bansos yang untuk menahan pertambahan jumlah kemiskinan.

“Apakah bansos tambahan senilai Rp 24,17 triliun cukup.? tentu tidak, masih diperlukan kebijakan – kebijakan pendukung lainnya, seperti perbaikan system distribusi bansos, agar bansos yang disalurkan tepat sasaran dan bukan menjadi alat untuk kepentingan electoral kelompok politik tertentu” terangnya.

Achmad juga menjelaskan bahwa kemudian mencegah kebijakan pedang bermata dua tersebut, yaitu yang kedua pemerintah harus bisa menjamin keterjangkauan pangan, baik dari sisi harga dan jumlah. Dan yang ketiga pemerintah harus bisa memicu pengembangan kebijakan energy baru yang berkelanjutan. Ungkapnya.

“selain untuk menjadi pasokan dan kebutuhan energy nasional, kebijakan ini juga untuk mengembangkan sumber energy alternative lainnya” pungkasnya. (Kin)

Editorial: Solikin.gy

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *