SRAGEN Jateng, tribuntipikor.com
Pengelolaan tanah eks Bengkok yang masih digarap perangkat desa berpotensi menjadi dugaan tindak pidana Korupsi (Tipikor) masal. Pasalnya persoalan tanah eks bengkok tidak dikelola langsung perangkat desa sejak 2010 lalu, Senin (11/07/2022) pukul 09:09 Wib.
Sejumlah Perwakilan Aliansi Pemuda Peduli Desa (APPD) Kabupaten Sragen, Jawa Tengah pada Jumat (11/02/2022) pagi, dipimpin langsung Muhammad Yusuf Nur Syarifudin telah menemui anggota DPRD Kabupaten Sragen.
Mereka mempertanyakan dasar aturan Paguyuban Perangkat Desa (Praja) kabupaten Sragen yang ngotot eks tanah bengkok tidak dilelang dan melekat menjadi hak mereka. Praja mempertahankan tanah eks Bengkok untuk terus dikelola Perangkat Desa. Karena seharusnya tanah eks Bengkok yang dipertahankan Praja tersebut semestinya bisa dioptimalkan untuk pemerataan ekonomi di desa.
Juru bicara APPD Sragen, Handoko Wahyu menuturkan ada kerugian negara dan masyarakat jika eks tanah bengkok tidak dijalankan sesuai regulasi semestinya. Kebijakan perda, menjual tanah kas desa melalui perangkat desa merupakan kesalahan besar. Karena sesuai Perda nomor 2 tahun 2010 sudah tidak ada bengkok, adanya kas desa.
“Artinya mekanisme harus melalui tahap lelang”. Ucap Handoko
Namun tidak dijalankan oleh pemerintah daerah. Bahkan anggota dewan yang pernah menjabat sebagai kepala desa (Kades) yang semestinya mengetahui hal tersebut dinilai melakukan pembiaran. Dia menuturkan dalam Perda tersebut tanah eks bengkok harus dikembalikan sebagai sumber pendapatan desa paling lambat November 2010.
”Sejak 2010 regulasi harusnya sudah dikembalikan. Pada 2017 lebih diperjelas lewat Perbup nomor 76 tahun 2017,” bebernya.
Saat ini, mayoritas desa sudah memasukkan tanah eks Bengkok pada 2022 ini ke siskeudes agar tertib administrasi. Namun pelaksanaan lelangnya baru dilakukan 2023 mendatang. Hal ini juga menghadirkan dilema, lantaran ketidakjelasan nilai harga yang dicantumkan.
”Kas desa eks bengkok dimasukkan dengan nilai misalnya Rp 20 juta. Masalahnya nilai tersebut didapat dari mana? Misal ada lelang dengan penawaran tertinggi Rp 20 juta dan ada berita acara, tapi tidak ada lelang, jadi sumber nilainya darimana? Ini bisa jadi bencana karena memanipulasi keuangan negara,” terangnya.
Dia menilai sikap praja sejauh ini justru bisa jadi bumerang bagi para perangkat desa. Karena dia menilai ada manipulasi data keuangan negara.
”Justru kalau praja seperti kemarin, artinya bunuh diri. Kalau masih diteruskan. Menurut hemat saya jika ditindaklanjuti ke Aparat Penegak Hukum (APH) bisa menjadi delik aduan,” jelasnya.
Handoko juga menegaskan ada kerugian negara dalam hal ini, karena tidak kejelasan administrasi dan tidak menjalankan regulasi yang telah dibuat. Selain itu, regulasi tersebut bertujuan pemerataan ekonomi, artinya para petani yang tidak punya lahan garapan, bisa berkesempatan menggarap tanah kas desa eks bengkok melalui proses lelang.
Pada Audiensi tersebut, Kepala Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Sragen Dwi Agus Prasetyo menyampaikan pelaksanaan semua tanah eks bengkok sudah masuk dalam sikeudes dan masuk dalam APBDes. Sehingga proses pengelolaan mulai lelang.
Pihaknya menyampaikan, lelang harusnya sejak perbup nomor 76 tahun 2017 ditetapkan. Namun baru 2021 baru sosialisasi ke semua perangkat desa. Banyak masukan dari perangkat dan kepala desa perlu penyesuaian di lapangan.
”Sewa dan penerimaan diberlakukan setiap tahunnya, tapi biasanya sewa bisa lebih dari 1 tahun, kita lebih fleksibel mulai memasukkan 2022, dari pemkab Sragen menghimbau untuk mulai memasukkan ke siskeudes agar tertib adminiastrasi,” terangnya.
Saat ini dari 196 desa di kabupaten Sragen, sudah 145 yang sudah input di sistem siskeudes. Nanti, tunjangan dari tanah eks bengkok diserahkan perbulan sesuai hasil lelang nantinya.
Sementara Ketua Komisi I DPRD Sragen Tohar Ahmadi menegaskan sudah sejak kepemimpinan Untung Wiyono, beralih ke Agus Fatchur Rahman dan sekarang Kusdinar Untung Yuni Sukowati terus mengawal dan mengingatkan.
”Kami setelah kemarin menerima Audiensi dari Praja dan saat ini dari APPD, sikap kami sudah menyampaikan ke Pemerintah kabupaten Sragen untuk diambil langkah terbaik,” bebernya.
Dia menyampaikan agar didudukkan bersama dan diambil keputusan sesuai regulasi yang berlaku. ”Jika ada penyelewengan kan jadi resiko hukum. Kita sudah sering mengingatkan untuk menindaklanjuti aturan-aturan yang kita buat,” pungkasnya. (*Kin)
Editorial: Solikin.gy