Bojonegoro Jatim, tribuntipikor.com
Malowopati, Angling Dharma, kabupaten Bojonegoro memang banyak sekali berbagai unsur mistisnya, dari adat budaya hingga destinasi tempat-tempat Wisata religi kearifan lokal. Hal itu terbukti dari pembesar-pembesar raja diraja yang begitu takut dengan keberadaan sebuah kerajaan kecil bernama Malowopati. Bahkan sampai sekarangpun masih dipertimbangkan oleh seorang “Persiden yang notabenya belum pernah menginjakkan kakinya kebumi Malowopati Angling Dharma, kabupaten Bojonegoro.
Kali ini jauh berbeda dengan keberadaan sebuah wilayah yang ada di kecamatan Dander kabupaten Bojonegoro, sebut saja namanya desa Sumberarum yang mana disetiap tahunnya selalu dan masih mewujudkan adanya Nguri Wuri adat budaya dengan melaksanakan bukti nyadran atau Manganan, dari sebuah rasa syukur kepada Tuhan.
Hal itu dilakukan atas dasar kearifan lokal serta kebersamaan dan kegotongroyongan dalam bentuk wujud syukur bahwa desanya yang bernama Sumberarum yang konon nama Sumberarum merupakan sebuah sumber yang banyak mengandung unsur Sumbernya Aroma atau Bunga, sedangkan arti dari bunga itu sendiri merupakan sebuah berkhah, berkhah yang dalam bentuk apapun, salah satunya adanya berbagai sumber air. Bahkan air itu sendiri merupakan sebuah sumber daripada kehidupan, Sabtu (11/06/2022) pukul 16:09 WIB.
Untuk itulah sehingga Kades Sumberarum V. Sugeng dengan tekatnya tetap mengemban dan melaksanakan Nguri Wuri adat budaya kearifan lokal tersebut. Hal itu terbukti dengan telah usainya melaksanakan Gebyar manganan di Gua Sumur dukuhan Gua Sumur, Sumberarum Jumat pahing kemarin, dimana kali ini, Kades Sumberarum Dander melanjutkan Grebek Manganan pada Sabtu pon (11/06/22) pukul 10:09 Wib, di wilayah Gua Lawa Sumberarum yang tepatnya bernama Sumber air Langgar dan/atau Sumber air Masjid sekarang,
Dalam penyampaian nya Kades V. Sugeng mengatakan sedikit banyak alur sejarah terwujudnya air Sumber Langgar atau Sumber Masjid. Tatkala itu pada tahun 1980an ada seorang pengembara yang bernama Mbah Said dari desa Ngumpakdalem yang dalam siarnya merasa prihatin terhadap kondisi masyarakat setempat, sehingga dengan keberadaan mereka mbah Said kemudian membuat sebuah Langgar, kemudian beberapa tahun dilanjutkan dengan membuat mata air serta beberapa kali menggali dan bahkan sampai tiga kali barulah menemukan sebuah sumber air yang besar.
Penggalian sumber air tersebut dilakukan sampai berkisar ditahun 1990an dan sampai sekarang telah menjadi manfaat bahkan kebutuhan pokok masyarakat setempat, dimana dulunya masyarakat setempat sangat kekurangan air. Olehnya sumber air tersebut diberi nama air sumber Langgar dan/atau Masjid.
“Jadi demikian sekelumit tentang bagaimana sejarah terwujudnya air Sumber Langgar dan/atau Masjid yang dapat saya sampaikan.” Terangnya.
Dan untuk sejarah terwujudnya air Sumber Langgar dan/atau Masjid tersebut sesungguhnya masihlah panjang bila diuraikan, besok-besok bapak bisa datang ke balai desa Sumberarum bila ingin lebih lanjut cerita sejarahnya. Ungkapnya.
Harapkan kami dari pihak terkait yaitu pemerintahan kabupaten Bojonegoro bisa lebih dapat membantu dan memperhatikan adanya adat budaya kearifan lokal yang bersumber dari berbagai sumber alam, dimana dimalowopati bumi Angling Dharma kabupaten Bojonegoro ini, adalah Sumber daripada sumber kultural adat budaya yang tentunya juga bisa menjadi mercusuar destinasi berbagai wisata. Pungkasnya.
Dikesempatan yang sama, ketua panitia pelaksana Yujiyono yang juga sebagai Ketua RT 32 Rw 11 Dsn, Gua Lawa Sumberarum menyampaikan bahwa, Grebek Manganan di wilayah Gua Lawa Sumberarum yang tepatnya bernama Sumber Langgar dan/atau Sumber Masjid sekarang, ini merupakan sebuah ungkapan berkhah serta sujud syukur masyarakat setempat kepada Tuhan, atas limpahannya berupa sumber air, jadi janganlah diartikan lain, siriklah, apalah sehingga tidak sampai terjadi kesalahpahaman. Ungkapnya.
Disisi lain, Suhardi selaku ketua BPD yang juga sebagai Ketua LMDH desa Sumberarum kecamatan Dander yang mengku wilayah hutan mengatakan bahwa desanya ini setiap tahun selalu mengadakan dan melaksanakan Nguri Wuri adat budaya kearifan lokal tersebut dengan mewujudkan bentuk kepedulian terhadap lingkungan dan sejarah. Ungkap Hardi panggilan akrabnya.
Sehingga bentuk dari kepedulian tersebut dilakukan dengan wujud Manganan ataupun yang disebut Nyadran, dan ini merupakan sebuah berkhah puji syukur kehadirat Tuhan serta tidak ada tendensi apapun apalagi terkait sebuah Agama, jadi janganlah sampai diartikan yang lain. Pungkasnya. (Kin)
Reporter: Solikin.gy
Editorial: Solikin.gy