Jawa Tengah, tribuntipikor.com
Meningkatnya angka kemiskinan di Kota Solo menjadi 9,4% menguatkan fakta Jateng menjadi provinsi termiskin di Pulau Jawa. Bukan tidak mungkin, Solo bakal menyandang status kota termiskin di Pulau Jawa jika persoalan kesejahteraan rakyat tidak diprioritaskan.
Guru Besar Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan tidak menampik kesan itu. Malahan dia mengingatkan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming untuk membuktikan kapabilitasnya.
“Kalau tidak hati-hati bukan tidak mungkin Solo nanti menyusul status miskin seperti provinsi. Jadi perlu untuk kita ingatkan,” kata Djohermansyah Djohan, di Jakarta, Kamis (7/4/2022).
Dia mengapresiasi pengakuan Gibran yang disampaikan dalam Forum Paripurna Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Wali Kota Tahun Anggaran 2021. Namun dia menyayangkan karena Gibran menjadikan pandemi Covid-19 sebagai alasan meningkatnya kemiskinan di Solo.
“Gibran itu bukan hanya sekadar anak muda, tetapi punya privilage sebagai anak presiden, seharusnya dia mudah berinovasi dan kreatif dalam membangun Solo,” ujar eks Dirjen Otda Kemendagri ini.
Gibran mengungkapkan terjadinya kenaikan angka kemiskinan sebesar 0,37% menjadi 9,4% pada 2021. Sedangkan jumlah penduduk miskin saat ini sebanyak 48.790 jiwa.
Dia optimistis angka itu bisa ditekan karena Solo mengalami pertumbuhan ekonomi pada 2021 sebesar 5,75% setelah sempat terkontraksi minus 1,745 tahun sebelumnya. Namun Djohermansyah menilai pernyataan itu menandakan Gibran tidak kreatif.
“Ada kiat-kiat pemerintahan yang bisa digunakan untuk pembangunan, dia bisa memanfaatkan APBD bahkan meminta alokasi APBN untuk mempermudah tugasnya,” ujarnya.
Berdasarkan data BPS, Jawa Tengah merupakan provinsi termiskin di Pulau Jawa karena memiliki produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita sebesar Rp38,67 juta per tahun atau paling rendah. Djohermansyah juga mengingatkan data tersebut merupakan sinyal kuat yang harus ditangkap Gubernur Ganjar Pranowo untuk berbenah.
“PDRB itu relevan karena menjadi indikator penilaian nasional. Harus ada respons baik secara manajerial pemerintahan untuk mengatasi persoalan itu,” tuturnya.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif KPPOD, Armand Suparman, menyebutkan, naiknya angka kemiskinan di Solo menandakan Gibran masih membutuhkan waktu untuk berinovasi. Menurutnya, Gibran belum mampu menggarap serius sektor primer maupun tersier untuk pembangunan Solo.
“Perlu inovasi untuk menjembatani sektor primer dan sekunder ini,” ungkap Armand. (*Kin)
Editorial: Solikin.gy