BOJONEGORO, tribuntipikor.com
Agus Budiyono, Alumni Massachusetts Institute of Technology. menghabiskan sebagian besar usia dewasanya di luar Nusantara. Agus Budiyono pernah tinggal di Amerika (Cambridge, Boston, Nashua, Columbus), Eropa (Assen), Australia (Melbourne) dan Timur Jauh (Seoul). Kemanapun saya pergi saya bangga menjadi orang Indonesia. Sangat bangga, katanya saat awak media Tribuntipikor.com mewawancarainya. Saya datang dari bangsa yang kaya raya, Nenek moyang sayalah yang dulu menyelamatkan bangsa Eropa dari ancaman kepunahan dan membiayai transformasi masyarakat mereka untuk keluar dari abad kegelapan.
Saat itu, Eropa tahun 1200an adalah daratan yang terkebelakang. Lima ratusan tahun kemudian, pun dengan episode Renaissance tahun 1400-1700an, nasib mereka tidak berubah banyak. Sampai “tahun 1694, Eropa masih didera wabah kelaparan.” Menurut catatan pegawai di kota Beauvais, “wabah kelaparan” yang mengganas membuat para warga yang miskin mengkonsumsi makanan yang sangat tidak higienis (dan tidak akan pernah terbayang oleh penduduk Nusantara kita). Mereka makan kucing dan serpihan bangkai kuda yang terserak di tengah kotoran. Lainnya memakan paku-pakuan, rumput dan akar tanaman yang direbus dalam air. Kata Agus.
“Pemandangan ini meruyak di seluruh daerah Perancis. Sekitar 15% populasi “Perancis” mati kelaparan antara tahun 1692-1694″.
Kemudian ditahun 1695, wabah yang sama memukul “Estonia” dan membunuh seperlima populasinya. Tahun berikutnya, 1696, adalah giliran “Finlandia” yang seperempat penduduknya habis. Sementara itu “Skotlandia” juga dihajar wabah kelaparan antara tahun 1695-1698, dimana beberapa daerah kehilangan 20% dari penduduknya. Itulah wajah Eropa selama lebih dari setengah abad. Celotehnya.
Negeri-negerinya diperintah oleh penguasa-penguasa yang lalim dan diperas oleh para perampok dan bajak laut. Sementara warga Perancis sedang sekarat dan bergulat dengan kelaparan masal, Raja Louis XIV asyik glenikan dengan simpanan-simpanannya di Versailles. Ulasnya Agus.
Kemudian bagaimana kondisi Nusantara pada perioda tersebut? Pada perioda 1200 – 1700 Nusantara kita adalah tempat paling makmur diseluruh dunia. Setelah era kerajaan maritim “Sriwijaya” (650-1183), di tahun 1300an muncul Majapahit empire kedua di Nusantara yang masa keemasannya di dokumentasikan dalam buku Negara Kertagama. Wilayah Majapahit membentang melebihi Indonesia kita saat ini.
“Subur kang sarwo tinandur.” “Gemah ripah loh jinawi.” Sawah luas seperti tanpa batas, Hutan dan kebun dengan seribu macam buah, umbi-umbian, rempah-rempah dan tentunya beraneka ragam ternak. Sungai, laut dan danau penuh berisi ikan dan berbagai komoditi. Sementara tanah yang dipijak berisi mineral dan berbagai logam mulia, tambahnya.
“Pendek kata, Nusantara kita adalah paradisal archipelago.”
Dimana, Raja-raja kita memerintah dengan adil dan bijaksana, memang ada persaingan dan peperangan di sana-sini. Tetapi ini peperangan bukan karena kekurangan. Semua raja di wilayah Nusantara adalah penguasa yang Kaya Raya. Madep ngalor sugih, madep ngidul sugih. Tidak pernah ada masalah kelaparan seperti di Eropa sana. Jadi tidaklah logis. “It doesn’t add up”, Ora gathuk. Tidak nalar, kalo bangsa kelaparan tadi itu datang kledang-kledang menjajah bangsa yang kuat dan makmur. Imbuhnya lagi.
Dari keseluruhan riset saya, berikut ini adalah rekonstruksi yang lebih mungkin terjadi di situasi Nusantara kita saat itu:
- Para explorer dari Eropa itu dikirim kemana-mana oleh penguasanya justru sebagai misi SOS (tapi kemudahan berkembang menjadi misi keserakahan). Bangsa nyaris punah yang sedang mencari jalan keselamatan. Mereka mengetahui dari laporan para traders sebelumnya bahwa ada Negeri makmur di katulistiwa yang mempunyai semuanya. Sumber daya yang besar, itu adalah harapan besar bagi mereka untuk survive.
- Ketika datang ke Nusantara, tidak seperti yang digambarkan oleh kebanyakan narasi mereka kemudian (yang ironically menjadi rujukan utama sejarah kita sampai saat ini), mereka bukanlah datang dengan kapal-kapal yang gagah yang pantas untuk menguasai kita. Layar kapal-kapal mereka compang-camping. Tiang-tiang kapal banyak yang patah. Awak-awak kapal mereka kurus kering, kelaparan dan penyakitan sesudah dihajar badai-badai dan digarap para perompak sepanjang lintasan ke nusantara. Mereka tiba di kepulauan kita dengan kaki lemes, mata nanar dan tatapan kosong. Salah satu episoda yang tercatat secara resmi adalah di terimanya 7 pelaut Portugis oleh “Sultan Abu Lais tahun 1512, sesudah mereka di selamatkan oleh nelayan karena kapalnya hampir karam. Alvares Cabral memimpin pelayaran 13 kapal dan hanya 7 yang selamat.
- Hanya atas belas kasihan Raja-raja kita lah mereka itu diterima dan ditampung dalam wilayah Nusantara. Disanak dan di orangkan, karena penguasa-penguasa kita menjunjung tinggi nilai bahwa tamu haruslah dihormati. Sebenarnya kalangan “Central Intelligence Istana sudah menengarai bahwa ada potensi ancaman (kelak akan terbukti secara besar-besaran), tapi Raja-raja kita adalah penguasa yang dermawan dan terbuka hatinya. Atas nama kemanusiaan, orang-orang asing tersebut diberi makan dan bahkan diberi sekedar pekerjaan. Karena memang di negeri asalnya sana sedang berlangsung krisis pekerjaan dan ekonomi sampai orang-orang mati kelaparan di jalan-jalan. Penguasa kita, yang resourcenya luar biasa, menyisihkan sedikit opportunity buat mereka. Zaman sekarang ini mungkin sektor pekerjaan informal: menyapu halaman, membantu masak, membersihkan kandang kuda, menguras kolam ikan dsb.
- Dalam perkembangannya, kelompok yang mula-mula disanak tadi ternyata sesuai prediksi berbalik mengkudeta para tuan-nya. Dibekali dan diperkuat dengan teknologi senjata api yang marak di Eropa, gelombang-gelombang pendatang baru ke Nusantara ini perlahan-lahan mulai melakukan aksi penguasaan. Dimulai dari taktik monopoli dagang. Kemudian secara berangsur yang tadinya adalah perusahaan menjadi pemerintahan. Dimulai dengan datangnya Afonso de Albaquerque (belajar dari rute Diaz dan Vasco De Gama) tahun 1511 di selat Malaka sesudah yang bersangkutan menaklukan satu demi satu pelabuhan-pelabuhan di perairan India. Persaingan kemudian terjadi antara bangsa pendatang Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda. Masing-masing ingin menguasai dan memonopoli jalur rempah-rempah. Mereka, bangsa yang kelaparan dan hampir punah ini, menemukan bahwa dagang rempah-rampah sangat menguntungkan.
- Gelombang explorer dari Eropa tadi terbukti ternyata membawa kerusakan di seluruh wilayah dunia, tidak hanya Nusantara. Pada Maret tahun 1520 ketika fleet Spanyol tiba, Meksiko adalah rumah bagi 22 juta penduduknya. Pada bulan Desember, penduduknya tinggal 14 juta. Pendatang Eropa tidak hanya membawa mesiu, mereka juga datang dengan virus cacar, flu dan tubercolusis. Tahun 1580 penduduk Meksiko menyusut menjadi tinggal 2 juta. Dua abad kemudian, pada tanggal 18 Januari 1778, explorer Inggris James Cook mencapai kepulauan Hawaii, daerah padat dengan penduduk hampir setengah juta. Tahun 1853 hanya 70,000 orang yang selamat mewarisi puing-puing Hawaii. Peradaban Maya dan Aztec kolaps dan punah karena sergapan dan dominasi bangsa Eropa. Tetapi peradaban Nusantara kita berbeda. Tidak sedikitpun kita bergeming dari serbuan bangsa barbar dari Utara. Sejak pecah perang pertama, tahun 1500an di Ternate, penduduk Nusantara tidak berhenti angkat senjata untuk mengusir “bekas budak yang menjadi durhaka”. Perang Saparua di Ambon, Perang Padri di Sumbar, Perang Diponegoro (1825-1830), Perang Aceh (1873-1904), Perang Bali (1848-1908) perang Jagaraga, perang Banjar, perang Kusamba, perang Puputan di Badung serta perang puputan Klungkung di Bali dan ratusan perang lainnya. Demikianlah bela tanah air ini terus berlanjut sampai proklamasi kemerdekaan 1945 dan era mempertahankan sesudahnya. Masih termasuk era perang budaya dan teknologi yang sekarang berlangsung ini. Celotehnya Agus dengan seriusnya.
Di penghujung Agus menyampaikan, bahwa catatan ini kiranya penting bagi generasi muda Indonesia. Mereka harus kita bekali kepercayaan dan sejenis keimanan, bahwa mereka adalah bagian dari bangsa Pejuang dan Negeri Pemenang yang setara dengan Negara besar dimana saja. Kita Bangsa besar yang bisa memimpin dan memandu bangsa-bangsa lain di seluruh dunia.
Olehnya kelak di tahun 2045, ketika Indonesia sudah menjadi salah satu dari 5 besar ekonomi dunia, saya juga ingin membantu memastikan bahwa kita adalah 1 dari 5 Negara yang aktif mengurus dan mungkin malah memimpin Stasiun Ruang Angkasa Dunia (International Space Station). Launching station kita akan terletak di Morotai yang di lewati garis equator, sehingga bahan bakar roket kita akan lebih hemat. Space Shuttle kita bukan bernama “Magellan atau Nebuchadnezaar, tapi adalah SS Karaeng Galesung, SS Tjoet Nya’ Dien atau SS Ngurah Rai. Yang di ambilkan dari orang-orang gagah berani yang menjadi saksi, bahwa penjajahan sejati tidak pernah ada di Nusantara. Pungkasnya. (Slk)
Editor: M.Soliki.G.Y
Sumber: Agus Budiyono Solo, Alumni Massachusetts Institute of Technology.