Restorative Justice, Berikut Ini Penjelasan Kasat Reskrim Polres Semarang
Berikut Ini Sikap Satreskrim Polres Semarang Dalam Menangani Perkara
Wawancara Ekslusif, AKP Tegar Jelaskan Penanganan Aduan Masyarakat
Semarang, tribuntipikor.com
Restorative justice adalah program yang dicanangkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Dikatakannya kasus dengan restorative justice merupakan langkah untuk mengikuti dinamika perkembangan dunia hukum yang mulai bergeser dari positivisme ke progresif untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Untuk itu, kasus yang dapat diselesaikan dengan restorative justice tidak perlu lagi masuk proses persidangan.
Mengacu pada program tersebut, Kasat Reskrim Polres Semarang AKP Satrio Wicaksono,SH,SIK mengatakan, menindaklanjuti intruksi Kapolri terkait restorative justice maka kami fasilitasi untuk berdamai.
“Ada tiga Polres yang diberi kewenangan tidak melakukan penyidikan atau lebih tepatnya diberi kewenangan restorative justice yaitu Polres Semarang, Polres Bawen dan Polres Bregas. Namun ada tindakan yang tidak dapat menghapus pidana yaitu residivis atau tindakan berulang,” tuturnya.
Pihaknya tetap melayani pengaduan dari masyarakat khususnya pidana, sebelumnya didalami terlebih dulu agar dalam penanganan cepat tindak lanjutnya.
“Apabila itu perdata kami arahkan ke ptun namun kalau pidana kami dalami apakah harus dilakukan restorative justice atau berlanjut,” ungkapnya.
Mengenai oknum tertentu yang mencoreng citra kepolisian di media sosial pihaknya akan mendalami terlebih dulu.
“Oknumnya siapa betulkah berita tersebut, karena kami bertindak sesuai Kuhap, terlebih mengacu pada edaran Kapolri. Dan untuk menentukan status tersangka maupun tidak, terlebih dulu dilakukan gelar perkara yang disaksikan oleh propam, siwas maupun kabag hukum. Setiap tindakan pasti ada konsekwensinya,” papar Kasat Reskrim.
Untuk kejahatan konvensional yang grafiknya tinggi adalah Curanmor.
“Belum lama ini pelaku curanmor kami tangkap. Curanmor bisa terjadi karena faktor yaitu tempat parkir motor tidak aman yang menimbulkan niat pelaku,” terangnya.
Sementara untuk kejahatan non konvensional, dirinya mengatakan ada unit Tipiter ekonomi yaitu kehutanan, limbah dan bermacam tindak pidana khusus.
“Itu penanganannya lebih rumit, karena kami harus cari alat bukti yang lengkap kemudian kami tetapkan tersangka,” ungkapnya.
Lebih lanjut, untuk pabrik yang tidak berizin, jika memang ada pelanggaran yang tidak berdampak luas dan dapat dibina maka itu kewenangan DLH.
“Untuk saat ini kami lebih mengedepankan intruksi Kapolri dalam masa PPKM ini, kecuali bila ada pabrik yang bandel tidak mengindahkan DLH terkait limbah, dan susah dibina maka kami akan turun,” pungkas Kasat Reskrim Polres Semarang AKP Tegar Satrio Wicaksono,SH,SIK.
(Vio Sari)