Bahasa Hati : Firman Wanipin Rajo Bujang, tribuntipikor.com
Ini saat saya tidak perlu heran. Tak perlu heran pada simpang siur berita yang isinya mengguguh keterusan.
Karena saya yakin, orang baik pasti banyak kawan dan orang orang yang menyebar kebaikan dan kejujuran berpotensi banyak lawan.
Orang orang jujur dan orang baik tak boleh diam. Lawan kezaliman , Istiqomah lah terus untuk menegakkan kebenaran.
Jangan surut dan jangan kecut dan takut karena propaganda yang bikin kita tersudut.
Kebenaran tak akan pernah bersembunyi, suatu saat ruang massa akan tahu bahwa niat dan pikiran jahat tak akan pernah berbuah kebaikan.
Percayalah, bahwa siapa menabur angin akan menuai badai.
Hukum jungkat jungkit akan berlaku seiring waktu berlalu.
Pekerjaan yang paling tidak membutuhkan pikiran atau riset mendalam adalah mencari-cari kesalahan orang lain.
Sebuah pekerjaan yang dimulai dengan niat buruk, yakinlah…tak akan pernah mendatangkan kebaikan dan kebajikan.
Ketika seorang pemimpin sudah mendapatkan hati sebagian besar rakyatnya, maka itu sebuah tanda akan membaiknya sebuah negeri.
Kita tidak usah iri dan dengki kepada pemimpin yang ada di hati rakyatnya.
Niat yang dimulai untuk menjatuhkan tak akan pernah menghasilkan sesuatu yang indah. Menjatuhkan seseorang adalah energi negatif. Energi buruk. Hasilnya tak akan pernah baik.
Kebencian yang berlebih lebih justru akan menghidupkan waktu waktu buruk yang akan berbalik pada diri sendiri.
Buya Mahyeldi gubernur kita. Ia insan sangat bersahaja. Cepat tanggap dan santun dalam tutur bahasa. Ia dekat dengan masyarakat.
Ia bukan berasal dari anak orang kaya. Bukan anak manja. Bukan hebat karena siapa bapaknya.
Ia orang berekonomi biasa biasa saja. Hidupnya di surau. Alamnya siak. Ia tahu bagaimana derita rakyat yang susah. Karena, pernah ia mengalaminya.
Hati nuraninya hidup. Kebijakannya bersandar pada rasa, bukan pada logika semata.
Ia orang tertib. Bukan orang ” liar”. Kebijaksanaannya menyentuh, bukan “membunuh”.
Kini buya Mahyeldi seakan sedang digoyang kiri kanan.
Dimulai dari isu ” mangkraknya” pelantikan 9 pengurus Baznas yang sudah terpilih.
Bagi saya, Buya Mahyeldi tentu berhak memiliki timbang rasa.
Kata Buya Mahyeldi, pengurus Baznas harus orang orang yang menotalkan waktu dan konsen mengurus Baznas, karena mengurus Baznas manalah bisa dikerjakan sambil lalu, atau sebagai pekerjaan sampingan.
Mengurus Baznas mengurus zakat umat harus dilaksanakan sepenuh waktu, bukan kerja paruh waktu.
Salahkah buya?
Pendapat saya, tidak !
Lalu soal mobil dinas. Mobil dinas adalah ” hak” gubernur dan wakil gubernur. Salahkah buya ketika menerima hak? Tidak. Bahkan, hakiki sebuah hak harus dipertahankan dan ditegakkan.
Karena gonjang ganjing tak berkeruncingan, buya Mahyeldi mengalah. Mobil dinas itu ia wakafkan ke Satgas Covid Sumbar.
Tak apa, ini sikap bijak. Buya Mahyeldi lebih mengalah kepada ” opini massa”.
Orang yang membenci kita tak akan pernah bisa memahami kebenaran dari kita .
Biarlah diam. Tuhan Maha Tahu.
Kemudian, soal surat sumbangan. Peristiwa ini kembali digoreng. Hingga masak. Namun saya yakin, adat menggoreng yang terlalu lama akan dapat menyebabkan kegosongan.
Mari kita tunggu, apa hasil penyidik. Tapi saya yakin, hasilnya akan baik baik saja, karena ” kebenaran” tak pernah ingkar janji.
Kebenaran pasti tegak.
Semoga Tuhan senantiasa memberi kekuatan dan kesehatan kepada Buya Mahyeldi (M.Noor)