Penulis : Ridoin
Penggiat Literasi, tribuntipikor.com
Selain diperingati dengan upacara peringatan detik-detik peroklamasi kemerdekaan sebagai momen untuk mengenang kembali perjuangan para pahlawan dalam membebaskan bangsa ini dari belenggu penjajahan, perayaan HUT RI lazim nya selalu dimeriahkan dengan berbagai macam perlombaan sebagai wujud syukur dalam meng ekspresikan kemerdekaan.
Namun berbeda dalam 2 tahun terahir ini, ketika pandemi covid 19 melanda Indonesian yang berdampak pada pembatasan hampir segala aspek kehidupan manusia, situasi ini hampir kita pastikan membuat berbagai kegiatan perlombaan seperti panjat pinang, balap karung, makan kerupuk, hingga tarik tambang tidak akan kita temui tahun ini, kecuali di tempat-tempat yang resiko penularan Covid 19 rendah .
Suasana yang begitu riuh dan meriah yang dipenuhi berbagai macam kegiatan masyarakat, dalam rangka bergembira menyambut hari kemerdekaan, kini terpaksa harus di tiadakan karna dihawatirkan menimbulkan klaster baru penyebaran covid 19.
Begitu juga yang terjadi di kabupaten Way kanan, yang bersetatus Zona orange atau beresiko tinggi penyebaran covid 19 nya, dan sampai saat ini juga masih menerapkan Pemberlakuan Pembatasan kegiatan masyarakat level III .
Keadaan ini tentu juga bakal mengurangi kemeriahan pringatan Hari kemerdekaan Republik indonesia yang ke 76 yang sudah di depan mata .
Daripada bersedih Karna tak bisa merayakan kemerdekaan dengan berpartisiapsi dalam berbagai lomba secara meriah seperti biasaanya, yuk mari kita pelajari bagaimana sih sejarah awal mula beragam perlombaan seperti balap karung, tarik tambang, hingga makan kerupuk ini bisa ada dan seolah telah menjadi tradisi yang tak boleh terlewatkan dalam setiap perayaan HUT kemerdekaan Republik indonesia .
Yuk simak berikut ini pemaparan nya :
Sejarah menjelaskan tradisi perlombaan pada hari kemerdekaan mulai marak pada saat Indonesia merayakan ulang tahun kelima pada tahun 1950, namun belum diketahui dengan jelas siapa tokoh yang dibalik perayaan lomba ini.
Pada masa tersebut, kondisi politik dan keamanan negara sudah mulai kondusif, usai masa perang agresi militer 1945 hingga 1950-an, yang membuat rakyat masih harus disibukkan oleh usaha memperjuangkan kemerdekaannya.
Masyarakat tidak sempat merayakan kemerdekaan Indonesia dengan beraneka macam perlombaan dan perayaan meriah. Namun pada 1950-an, mulai bermunculan lomba untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia.
Bahkan Bung Karno kala itu mendukung kegiatan-kegiatan hiburan rakyat seperti perlombaan-perlombaan ini,” mengutip kata Fadly Rahman, sejarawan dan penulis buku Jejak Rasa Nusantara”
Kita semua tentu pernah mengikuti satu dari beberapa jenis lomba, namun apakah kita benar-benar mengetahui sejarah dan makna dari setiap perlombaan tersebut? Nah berikut beberapa lomba dan makna di dalamnya:
- Balap karung
Banyak yang meyakini bahwa lomba ini merupakan wujud perayaan atas kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Jepang. Pada saat itu masyarakat Indonesia hanya menggunakan pakaian sederhana yang terbuat dari karung goni, plastik, atau karet.
Sehingga lomba ini diduga bermakna injak-injak karung goni sebagai wujud kekesalan pada penderitaan. Padahal, lomba ini telah populer sejak Belanda menginjakkan kaki di Indonesia.
Awalnya, lomba balap karung dilombakan di sekolah-sekolah bentukan misionaris Belanda. Lalu diperlombakan di instansi-instansi bentukan Belanda. Tak heran, karena perlombaan ini sudah lebih dulu populer di Negeri Belanda.
Ternyata lomba ini pun menarik rakyat Indonesia untuk berpartisipasi, bahkan hingga zaman penjajahan Jepang dan saat ini. Dari peraturannya pun tidak banyak terjadi perubahan sejak awal hingga kini, yaitu adu cepat dengan setengah badan masuk ke dalam sebuah karung.
Peserta harus melompat-lompat agar tidak terjatuh saat berlomba. Dulu kala, perlombaan balap karung diikuti oleh anak-anak umur 6-12 tahun. Namun di Indonesia, orang dewasa pun ikut serta dalam perlombaan ini.
- Panjat pinang
Dahulu, permainan ini digunakan sebagai hiburan dan bahan candaan bagi kaum kolonial pada acara pernikahan maupun hajatan. Orang Belanda mengadakan permainan ini yang pesertanya adalah masyarakat Indonesia.
Mereka memperebutkan ‘barang mewah’, seperti keju, gula, dan kemeja, yang ditaruh di atas pohon pinang atau tiang. Yang ikut lomba pun bebas, siapa saja. Mereka saling injak demi mendapatkan hadiah.
Para peserta akan berlomba-lomba memanjat tiang berukuran 10-12 meter untuk menggapai puncak pinang yang sudah diisi dengan berbagai hadiah. Tak mudah untuk mencapai puncak, karena biasanya pinang tersebut telah diolesi oli ataupun minyak untuk menambah keseruan lomba. Sehingga dibutuhkan kerja sama untuk mengambil hadiah di puncak pinang.
Saat ini, lomba panjat pinang dapat dimaknai sebagai panjangnya perjuangan Indonesia meraih kemerdekaan, oli sebagai pelicin menggambarkan rintangan dari penjajah, dan hadiah di puncak menggambarkan keberhasilan Indonesia meraih kemerdekaan.
- Makan kerupuk
Ide lomba ini diawali dengan melihat kondisi masyarakat Indonesia di zaman penjajahan yang makan serba apa adanya. Kerupuk merupakan makanan yang murah dan mudah didapat oleh masyarakat, namun makanan sederhana ini tidak menyurutkan semangat juang para pejuang di masa penjajahan
Lomba makan kerupuk menjadi salah satu lomba pertama yang diadakan untuk memeringati Hari Kemerdekaan Indonesia kala itu. Hal ini karena kerupuk identik sekali sebagai makanan rakyat jelata di masa perang. Lomba ini diniatkan agar rakyat Indonesia selalu ingat pada masa perjuangan yang susah, yang mengharuskan rakyat hanya makan nasi dan kerupuk
Saat itu–di zaman penjajahan–kerupuk hanya ada dua jenis, yaitu kerupuk dari bahan baku ikan dan kerupuk berbahan dasar aci (tepung). Di masa krisis tersebut, pabrik tapioka adalah salah satu industri yang mengalami surplus karena banyaknya penggunaan tepung dalam memenuhi kebutuhan pangan rakyat Indonesia, salah satunya untuk pembuatan kerupuk.
Dalam perlombaan ini, setiap peserta harus beradu cepat menghabiskan kerupuk di hadapannya dengan kedua tangan wajib ditaruh di belakang. Keseruan lomba akan semakin terlihat ketika para peserta mulai kesulitan menggigit kerupuk yang bergoyang-goyang di depan mereka.
- Tarik tambang
Meskipun pertandingan tarik tambang bukan berasal dari Indonesia, tapi konon pertandingan ini dijadikan sebagai simbol perjuangan Indonesia terhadap Belanda. Saat itu, rakyat Indonesia dipaksa kerja berat dan dijadikan kuli untuk memindahkan batu, pasir, dan berbagai benda berat lainnya, dengan menggunakan tambang.
Kemudian, muncul ide dari para pekerja untuk menjadikan tarik tambang sebagai ajang adu kuat antar-rakyat yang dijajah, juga sebagai bentuk hiburan. Biasanya orang yang paling kuat posisinya harus di belakang, karena di belakang tidak mudah tergelincir.
Kesemua peserta lomba harus memegang tambang dengan kedua tangan dengan kuat, usahakan posisi tangan harus lurus dengan tubuh. Berdirilah dengan kedua kaki sedikit lebih lebar dari bahu, condongkan bagian atas tubuh ke arah belakang. Lakukan hal ini seakan-akan kita sedang duduk pada kursi yang ada sandarannya. Benamkan kaki ke dalam tanah, agar tidak mudah ketarik ke depan.
Ketika aba-aba dimulai, tarik tambang dengan kekuatan kaki, bukan kekuatan tangan. Ketika ada kesempatan mundur, mundurlah dengan langkah pendek. Selain bermanfaat untuk tubuh karena aktifitas fisik yang dilakukan, tarik tambang juga bisa melatih ketangkasan para anggota tim.
Tarik tambang yang dimainkan secara beregu dapat melatih kekompakan sebuah tim. Selain itu, tarik tambang juga mengajarkan orang-orang untuk menyusun strategi dalam mengalahkan lawan, namun tetap dengan cara yang sportif. Dengan tim yang kompak dan strategi yang bagus, sebuah tim bisa memenangkan perlombaan tarik tambang, yang tentu saja memacu adrenalin bagi peserta maupun penonton.