Kuningan | Tribun TIPIKOR.com
Pemerintah pusat resmi memperketat pengendalian alih fungsi lahan sawah sebagai upaya menjaga ketahanan pangan nasional. Kebijakan tersebut mendapat respons positif dari berbagai kalangan, termasuk Forum Masyarakat Sipil Independen (FORMASI) Kabupaten Kuningan Jawa Barat.
Di lansir dari detik.com ,Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid sebelumnya menegaskan bahwa alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) hanya diperbolehkan untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) dan kepentingan umum, dengan kewajiban menyediakan lahan pengganti. Ketentuan tersebut diatur dalam
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009, dengan ancaman pidana penjara hingga lima tahun serta denda maksimal Rp1 miliar bagi pelanggar.
Menanggapi kebijakan tersebut, Santos Johar selaku pengurus FORMASI Kabupaten Kuningan menyambut baik langkah tegas pemerintah dalam mengendalikan alih fungsi lahan sawah.
Menurutnya, kebijakan ini sangat penting untuk melindungi lahan pertanian dari tekanan pembangunan yang tidak terkendali.
“Kami menyambut baik kebijakan pengetatan alih fungsi lahan sawah ini. Aturan yang tegas memang dibutuhkan agar lahan pertanian tidak terus berkurang,” ujar Santos Johar, Minggu (21/12/2025).
Ia berharap, regulasi yang telah ditetapkan di tingkat pusat dapat diterapkan secara konsisten hingga ke daerah, termasuk di Kabupaten Kuningan yang dikenal memiliki potensi pertanian yang cukup besar.
“Harapannya, kebijakan ini tidak hanya berhenti di pusat, tetapi benar-benar dijalankan di daerah. Kuningan harus menjadi wilayah yang serius menjaga lahan pertaniannya demi keberlanjutan pangan dan kesejahteraan petani,” lanjutnya.
Santos juga menekankan pentingnya peran pemerintah daerah dalam mengawasi perizinan serta menindak tegas pihak-pihak yang melanggar ketentuan alih fungsi lahan, termasuk apabila terjadi pembiaran oleh pejabat terkait.
Sebagaimana diketahui, pemerintah mewajibkan penggantian lahan sawah sesuai dengan jenis dan tingkat produktivitasnya. Sawah beririgasi teknis harus diganti tiga kali lipat, sawah reklamasi dua kali lipat, dan sawah non-irigasi satu kali lipat. Lahan pengganti pun harus berasal dari tanah non-sawah yang dicetak menjadi sawah baru dan bukan milik pemerintah.
Dengan pengetatan regulasi ini, pemerintah berharap konversi lahan sawah dapat dikendalikan secara ketat dan terukur, sehingga ketahanan pangan nasional tetap terjaga, sekaligus mencegah kerusakan lingkungan akibat pembangunan yang tidak berkelanjutan.
| andri hdw |





