Sumbawa Besar NTB
tribun Tipikor.Com —
Harga LPG subsidi 3 kilogram di Kecamatan Hutan kembali memicu keresahan warga. Sejumlah pangkalan diduga menjual gas melon jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Dari harga resmi sekitar Rp16.000–Rp18.000, gas LPG justru dijual dengan harga Rp25.000, bahkan bisa tembus Rp40.000 di tingkat konsumen akhir.
Keluhan ini disampaikan langsung kepada awak media tribun tipikor.Com oleh salah satu warga yang tidak mau disebut namanya , mengaku mengalami perlakuan tidak menyenangkan saat hendak membeli LPG di salah satu pangkalan, Senin Senin 15/12/25, Warga menegaskan bahwa dirinya datang untuk membeli, bukan meminta, namun justru mendapat penolakan dan perlakuan yang dinilai arogan.
“Saya datang jam 12 siang sampai jam 1, LPG baru saja sampai di pangkalan. Seperti biasa saya beli di situ, harganya Rp25 ribu. Tapi waktu mau ambil, saya ditolak. Katanya sudah penuh, sudah ada pemiliknya. Kalau tidak mau, disuruh cari tempat lain,” ujar warga dengan nada kecewa.
Menurutnya, pernyataan tersebut terkesan seperti mengusir pembeli, padahal LPG adalah kebutuhan pokok masyarakat kecil. Sikap itu menimbulkan rasa keberatan dan kekecewaan mendalam.
Lebih ironis lagi, setelah dilakukan konfirmasi, pemilik kios menyebut bahwa seluruh pangkalan di Kecamatan Hutan sudah “kompak” menjual LPG 3 kg dengan harga Rp25.000. Pernyataan ini memunculkan dugaan kuat adanya praktik penyeragaman harga yang bertentangan dengan aturan distribusi LPG subsidi.
Padahal, sesuai ketentuan pemerintah, harga LPG 3 kg dari agen ke pangkalan berada di kisaran Rp16.000. Penjualan di angka Rp18.000 masih dianggap wajar, namun ketika harga naik ke Rp20.000 saja sudah berpotensi melanggar aturan—apalagi jika mencapai Rp25.000 hingga Rp40.000 di tangan masyarakat.
“Kalau sudah dari pangkalan Rp25 ribu, di masyarakat bisa jadi Rp40 ribu. Ini sangat memberatkan. LPG 3 kg itu kebutuhan vital rakyat kecil,” tegas warga.
Warga juga menyoroti lemahnya pengawasan dari pihak terkait. Ia meminta pemerintah daerah, dinas terkait, hingga aparat penegak hukum untuk segera turun tangan, mengecek pangkalan-pangkalan LPG di Kecamatan Hutan, khususnya yang berada di wilayah ujung Jembatan Berang Subuti, Tua Koda, yang diduga melakukan praktik tidak sesuai aturan.
Masyarakat berharap tidak ada pembiaran terhadap dugaan permainan harga dan sikap arogan oknum pangkalan. Jika dibiarkan, dikhawatirkan praktik ini akan terus berlangsung dan semakin menyengsarakan warga kecil yang sangat bergantung pada LPG subsidi.
Pemerintah diminta tegas. Cabut izin pangkalan nakal bila terbukti melanggar. LPG subsidi bukan barang dagangan bebas, melainkan hak rakyat.
( Irwanto)





