Kuningan|Tribun TIPIKOR.com
Keputusan Bupati Kuningan untuk membuka kembali moratorium atau segel pembangunan perumahan di Kecamatan Cigugur dan Kecamatan Kuningan menuai reaksi keras dari berbagai pihak. Salah satu yang angkat suara adalah Manap Suharnap, yang juga menjabat sebagai Ketua Gibas Resort Kuningan.
Manap menilai langkah tersebut diambil tanpa pertimbangan matang dan mengabaikan masukan lembaga teknis yang memiliki kewenangan dalam analisis risiko kebencanaan.
“Bupati mungkin mendapat penghargaan , tetapi itu bukan alasan untuk menetapkan kebijakan strategis secara terburu-buru. BPBD memiliki peran vital dalam mengkaji potensi bencana. Kenapa tidak dilibatkan secara serius? Banyak contoh di daerah lain Sumut, Aceh, Sumbar yang menjadi bukti bahwa kelalaian itu berbahaya,” kata Manap, Senin (1/12/2025).
Ia memaparkan bahwa program pembangunan perumahan sebenarnya memiliki landasan perencanaan nasional, namun tetap meninggalkan banyak ruang risiko. Salah satu yang ia soroti adalah absennya BPBD dalam pembahasan efek lingkungan setelah moratorium dibuka.
Dampak perubahan tata ruang akibat pembangunan masif mulai dirasakan warga, terutama di Desa Ancaran dan Desa Padarek. Dua wilayah yang dulunya dikenal sejuk kini mengalami peningkatan suhu drastis akibat berkurangnya pepohonan serta ruang terbuka hijau yang menjadi kawasan resapan air.
“Air bersih makin sulit didapat. Banyak sumur warga mulai mengering,” ungkap Fahru, warga Ancaran. Hal senada disampaikan Supri dari Padarek yang juga merasakan penurunan kualitas lingkungan di wilayahnya.
Manap mengingatkan, pemerintah daerah perlu membuka ruang evaluasi menyeluruh dan tidak bersikap defensif terhadap kritik masyarakat. Menurutnya, keberlanjutan lingkungan harus menjadi prioritas utama agar tidak menimbulkan masalah besar di masa depan.
“Ini bukan soal menyalahkan siapa, tetapi soal masa depan warga kita. Jika kebijakan ini keliru, dampaknya tidak bisa diulang atau diperbaiki dengan mudah,” tegasnya.
( red /a hadi )





