Kuningan|Tribun TIPIKOR.com
Direktur PAM Tirta Kamuning, Dr. Ukas Suharfaputra, angkat bicara terkait serangkaian tuduhan LSM Frontal mengenai dugaan pelanggaran pemasangan pipa di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) serta klaim kegagalan manajerial selama dua tahun kepemimpinannya. Ukas menegaskan seluruh tuduhan tersebut tidak berdasar dan bercampur antara data, asumsi, dan informasi yang tidak akurat.
Dalam klarifikasinya, Ukas menekankan bahwa instalasi pipa dari Telaga Remis dan Telaga Nilem tetap mengikuti izin resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui IUPA KSDAE Nomor SK.137/KSDAE/SET/KSA.3/4/2019 dan SK.136/KSDAE/SET/KSA.3/4/2019. Kedua jaringan air baku tersebut menggunakan pipa berdiameter 6 inci, bukan 12 inci sebagaimana ditudingkan.
Pipa 12 inci yang dipersoalkan tidak berkaitan dengan proyek Remis Nilem. Pipa tersebut merupakan bagian dari sistem air baku Cicerem 1 dan Cicerem 2 yang izinnya diterbitkan Kementerian PUPR, bukan BTNGC.ujarnya.
Menurut Ukas, pipa 12 inci tersebut hanya melintas di bahu jalan tanpa mengeksploitasi kawasan TNGC. Seluruh proses perizinan dilakukan sesuai ketentuan regulasi sumber daya air, sehingga tidak ada pelanggaran konservasi seperti yang dituduhkan.
Ukas menegaskan bahwa BTNGC hanya berwenang memberikan rekomendasi teknis, bukan menerbitkan izin konservasi bagi pipa air baku Cicerem. Izin resmi seluruhnya berada pada Kementerian PUPR.
Ia juga menjelaskan telah berlangsung rapat resmi antara PDAM dan BTNGC pada 26 Februari 2025 untuk membahas rencana kerja sama teknis. Dalam pertemuan itu, BTNGC meminta kelanjutan proses paling lambat 7 Maret 2025. Komitmen kerja sama yang disebut mencapai Rp929 juta selama lima tahun, menurut Ukas, bukan merupakan kewajiban PDAM.
Itu kewajiban investor PT Tirta Kuning Ayu Sukses sebagai pemegang izin kerja sama. PDAM tidak pernah mengusulkan angka tersebut. Bahkan kami menyampaikan keberatan karena investor merasa bebannya terlalu besar.tegasnya.
Menjawab tuduhan bahwa dirinya gagal mencapai target kinerja dan layak dievaluasi Bupati, Ukas menyampaikan data audit BPKP yang menunjukkan tren positif selama masa kepemimpinannya.
Pendapatan PDAM: naik dari Rp58,46 miliar (2021) menjadi Rp66,53 miliar (2024) atau tumbuh 13,8%.
Laba perusahaan: meningkat dari Rp5,007 miliar (2021) menjadi Rp6,940 miliar (2024), naik 38,61%.
PAD ke daerah: naik 64,7%.
Cakupan layanan: bertambah dari 52.443 sambungan (2021) menjadi 55.748 sambungan (2024).
Sumber air baru: peningkatan debit 66,84 liter/detik dari pembukaan tiga sumber Cijalatong Cipari, Cibangir, dan Cilukutuk Cileuleuy.
Evaluasi BPKP juga menunjukkan skor kinerja PDAM meningkat dari 3,60 (2021) menjadi 3,81 (2024), tetap dalam kategori “Sehat”.
Penurunan PAD pada 2023, yang kerap dijadikan dasar tudingan, menurut Ukas bukan disebabkan kinerja perusahaan, melainkan dampak perubahan aturan perpajakan nasional melalui UU 7/2021 yang menaikkan tarif pajak badan dari 11% menjadi 22% untuk perusahaan beromzet di atas Rp50 miliar.
Ukas juga meluruskan narasi bahwa PDAM mempersulit investor atau diduga terlibat praktik koruptif. Ia menyebut seluruh mekanisme perizinan, perjanjian kerja sama, dan komitmen investor mengikuti Permen LHK Nomor 44/2017 dan Permen P.18/2019. Regulasi tersebut menegaskan seluruh biaya kerja sama ditanggung pemegang izin, bukan PDAM.
Skema investasi air baku Cicerem Indramayu senilai Rp200 miliar, jelas Ukas, justru menguntungkan Kabupaten Kuningan. Setelah kontrak 15 tahun selesai, seluruh aset pipa akan menjadi milik PDAM/Pemda. Dari nilai jual air ke Indramayu, 25% menjadi PAD Kuningan, sementara 75% untuk investor sesuai perjanjian.
Kami bekerja sesuai aturan. Semua data terbuka dan siap diverifikasi baik secara teknis maupun hukum. Tuduhan LSM Frontal mencampuradukkan proyek Remis–Nilem dengan proyek Cicerem yang izinnya berbeda total.tegas Ukas.
( andri hdw )





