Keraton Kasepuhan Siapkan Langkah Hukum: Kuwu Kedung Bunder Diduga Sertifikatkan Tanah Ulayat Tanpa Izin

CIREBON| Tribun TIPIKOR.com

Polemik agraria kembali mencuat di wilayah Cirebon setelah Kepala Desa (Kuwu) Kedung Bunder, Ardiman, diduga memproses sertifikasi tanah ulayat Kesultanan Cirebon melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Tahun 2024. Proses tersebut berujung pada terbitnya empat Sertifikat Hak Pakai (SHP)—nomor 6, 8, 9, dan 10—atas nama pihak lain oleh ATR/BPN.

Keraton Kasepuhan menilai penerbitan tersebut merupakan penyimpangan serius. Berdasarkan peta historis Rincik tahun 1811 dan 1857, serta Surat Keputusan Keresidenan Cirebon tahun 1937, lahan yang disertifikatkan merupakan bagian dari Sultan Ground/Landerform atau tanah ulayat Kesultanan Cirebon yang memiliki perlindungan hukum adat.

Temuan tim hukum menyebutkan Ardiman yang diketahui merupakan mantan anggota TNI diduga mengolah lahan tersebut untuk kepentingan bisnis pribadi. Aliran dana sewa lahan disebut masuk ke rekening pribadi, bukan rekening desa. Bukti transaksi telah diamankan oleh tim hukum Kesultanan.

Menanggapi polemik tersebut, Sultan Sepuh Jaenudin II Arianatareja (Kanjeng Gusti Sultan Sepuh Pangeran Heru Rusyamsi Arianatareja, S.Psi., S.H., M.H.), yang juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Dewan Adat Nasional Republik Indonesia (DAN-RI), mengeluarkan pernyataan resmi yang menegaskan posisi Kesultanan:

Tidak ada satu pun tanah ulayat aset Keraton yang dapat diperjualbelikan. Kalau ada dan terbukti ada pihak yang menjual atau mengalihkannya, kami akan tindak tegas. Tanah peninggalan leluhur harus dijaga dan dikelola demi kesejahteraan keturunan pendiri Kesultanan dan masyarakat adat. Tidak untuk dijual tetapi dikelola.

Pernyataan tersebut sekaligus menegaskan bahwa seluruh tanah ulayat Kesultanan Cirebon berstatus tanah adat yang diakui oleh hukum nasional dan tidak dapat dialihkan tanpa persetujuan resmi dari Kesultanan.

Selain persoalan sertifikasi, Ardiman diduga memidanakan seorang warga desa bernama Udin, yang merupakan abdi dalem Keraton dan telah tinggal turun-temurun di lahan ulayat tersebut.

Udin memegang surat izin hak pakai resmi yang dikeluarkan oleh Sultan Sepuh sejak tahun 2022jauh sebelum proses PTSL dilakukan.

Tindakan pelaporan tersebut memicu reaksi masyarakat.

Baru kali ini terjadi, kepala desa memidanakan warganya sendiri demi kepentingan bisnis pribadi.

Publik menilai tindakan tersebut sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan dan intimidasi terhadap warga adat.

Kerangka Hukum: Tanah Ulayat Mempunyai Perlindungan Tegas dari Negara

Keraton Kasepuhan menegaskan bahwa tindakan Kepala Desa bertentangan dengan sejumlah regulasi yang melindungi hak ulayat:

  1. UUD 1945 Pasal 18B Ayat (2)

Negara mengakui serta menghormati keberadaan masyarakat adat beserta hak tradisionalnya.

  1. UUPA No. 5 Tahun 1960 Pasal 3

Hak ulayat diakui selama masih ada dalam kenyataan hidup masyarakat.

  1. PP No. 224 Tahun 1961 Pasal 4 Ayat (1)

Redistribusi tanah harus mempertimbangkan hak historis dan adat.

  1. PP No. 18 Tahun 2021 Pasal 98 Ayat (2)

Tanah ulayat dicatat berdasarkan otoritas adat, bukan aparat desa.

  1. Permen ATR/BPN No. 14 Tahun 2024 tentang Tanah Ulayat / Tanah Adat & Bekas Swapraja

Menegaskan bahwa tanah swapraja/ulayat:

diakui keberadaannya,

dikelola oleh kerajaan/kesultanan sebagai penerus historis,

tidak boleh diperjualbelikan,

merupakan tanah pusaka.

Regulasi ini mempertegas posisi hukum Kesultanan Cirebon sebagai pemilik sah tanah adat.

Tim hukum Keraton Kasepuhan Kesultanan Cirebon saat ini menyiapkan langkah-langkah formal, meliputi:

  1. Gugatan perdata
    Atas dugaan penguasaan tanah tanpa hak.
  2. Laporan pidana

Atas dugaan:

penyalahgunaan wewenang (Pasal 421 KUHP),

pemalsuan dokumen/administrasi (Pasal 263 KUHP),

dugaan tindak pidana korupsi terkait dana sewa lahan.

  1. Permohonan pembatalan SHP

Terhadap sertifikat yang dinilai cacat prosedur dan tidak memenuhi syarat administrasi tanah ulayat.

Keraton menegaskan akan menempuh seluruh langkah hukum yang dibenarkan undang-undang untuk menjaga warisan leluhur.

Imbauan Publik dan Desakan kepada Pemerintah

Kesultanan menyerukan beberapa langkah kepada pemerintah dan masyarakat:

  1. Kepada ATR/BPN

Segera melakukan peninjauan ulang seluruh penerbitan SHP PTSL di wilayah Kedung Bunder dan wilayah lain yang masuk tanah Kesultanan Cirebon.

  1. Kepada aparat penegak hukum

Diminta objektif, independen, dan tidak terpengaruh kepentingan lokal.

  1. Kepada masyarakat

Waspada terhadap pihak atau oknum yang mengaku dapat menjual tanah Keraton.

Humas Keraton menegaskan:
Kesultanan tidak pernah menjual tanah adat. Jika ada yang mengaku bisa mengurus atau menjual tanah ulayat, itu adalah tindakan pidana.

Kasus ini menjadi peringatan penting mengenai maraknya praktik mafia tanah di daerah dan potensi penyalahgunaan program PTSL oleh aparat tingkat desa. Keraton Kasepuhan Kesultanan Cirebon menegaskan komitmennya untuk menjaga tanah leluhur, menegakkan nilai adat, dan memastikan hukum berjalan sesuai regulasi nasional.

Humas Media Center Keraton Kasepuhan Kesultanan Cirebon
Dewan Adat Nasional Republik Indonesia (DAN-RI)

Pos terkait