Warga KSB Kecewa Berat, Gubernur NTB Dua Kali Datang Terlambat: “Kami Ini Anak Pungut?”

Sumbawa Barat NTB
tribun Tipikor .Com —


Dua kali acara sakral, dua kali pula Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal menghadirkan kekecewaan mendalam bagi warga Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Datang molor tanpa pemberitahuan resmi—pada Harlah KSB ke-22 (20 September 2025) dan Pembukaan Pekan Daerah ke-XVII (23 September 2025)—Gubernur NTB seolah mengirim pesan: KSB tidak penting.

Keterlambatan yang mencapai dua jam itu bukan hanya membuat jadwal protokoler berantakan, tetapi juga menghancurkan harapan ratusan peserta karnaval budaya yang sudah mempersiapkan diri berbulan-bulan. Karena waktu habis, mereka batal tampil. Bahkan peserta lomba yang dijadwalkan membaca surat kemenangan di hadapan tamu undangan pun terpaksa dicoret dari agenda.

Yang lebih menyakitkan, tidak ada satu pun klarifikasi dari protokol gubernur. Tidak ada alasan. Tidak ada permintaan maaf. Tidak ada penghargaan terhadap waktu ribuan warga yang menunggu di tengah panas lapangan.

“KSB Ini Anak Tiri?”

Kekecewaan warga memuncak ketika pada PEDA NTB XVII, acara bahkan dibuka oleh Asisten III Pemprov, sementara gubernur baru tiba dua jam setelahnya—tanpa penjelasan yang layak.

Tokoh Pemuda KSB, Joy Gusti Lanang, menilai sikap gubernur mencederai marwah masyarakat

“Pemimpin itu harus memberi teladan. Kalau dua kali acara besar KSB selalu telat tanpa alasan, apa artinya? Jangan karena sibuk roadshow isu PPS, acara sakral KSB dianggap sepele.”

Sementara mantan anggota DPRD KSB, Yusuf Maula, lebih keras lagi

“Gubernur itu mantan Duta Besar. Masa soal disiplin waktu saja tidak mampu memberi contoh? KSB ini bagian dari NTB, penyumbang besar untuk provinsi. Jangan diperlakukan seperti anak tiri.”

Gubernur Bungkam

Upaya media mengonfirmasi langsung kepada Gubernur NTB berakhir buntu. Pertanyaan soal keterlambatan tak dijawab, gubernur justru terburu-buru menuju jadwal pesawat di Benete.

Di mata warga KSB, dua peristiwa berturut-turut ini bukan lagi sekadar soal molor waktu, tetapi soal martabat daerah yang seolah dianggap tidak penting oleh pemimpinnya sendiri.
( Irwanto )

Pos terkait