Lampung Selatan Tribun tipikor.com
Proyek peningkatan jaringan irigasi melalui Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) di Kecamatan Palas, Lampung Selatan, yang dikerjakan oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji Sekampung menuai sorotan tajam. Pekerjaan yang seharusnya mendukung ketahanan pangan ini diduga mengabaikan standar konstruksi dan melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Rabu, 05/112025
Lima desa yang menjadi lokasi pembangunan saluran irigasi panel beton tersebut yakni Desa Pematang Baru, Palas Aji, dan Palas Pasemah, Sukaraja, dan Sukabakti.
Hasil pantauan di lokasi di desa Sukabakti dan sukaraja menunjukkan bahwa proyek tersebut dilaksanakan tanpa adanya papan informasi yang menjelaskan jenis kegiatan, pekerjaan, lokasi , anggaran, pelaksana dan sumber dana.
Pelanggaran UU KIP Jadi Sorotan Utama
Ketiadaan papan informasi proyek ini menjadi dasar dugaan pelanggaran terhadap UU KIP. Berdasarkan UU tersebut, masyarakat memiliki hak untuk memperoleh informasi publik, terutama yang berkaitan dengan penggunaan anggaran negara.
Dengan tidak adanya papan informasi, masyarakat tidak bisa melakukan pengawasan, dan ini jelas mengabaikan prinsip transparansi yang patut dicurigai.
Kualitas Konstruksi Dipertanyakan
Selain masalah transparansi, kualitas fisik pekerjaan juga dinilai buruk dan terkesan “asal-asalan”. Pembangunan jaringan irigasi menggunakan panel cor beton dilaporkan tidak memperhitungkan standar konstruksi yang memadai.
Sambungan Berlubang: Ditemukan adanya celah atau lubang pada sambungan antar panel cor. Kondisi ini dikhawatirkan akan menyebabkan kebocoran air yang signifikan, sehingga fungsi utama irigasi dalam mendistribusikan air ke lahan pertanian menjadi kurang efektif
pemasangan panel cor disebut hanya mengandalkan kekuatan dasaran lantai semata, menimbulkan keraguan terhadap ketahanan dan usia pakai konstruksi irigasi tersebut.
Ketika dikonfirmasi, pengawas pekerjaan di lokasi, Jaja, mengakui adanya ketiadaan papan proyek. Ia mengklaim bahwa material panel cor yang digunakan langsung dikirim dari Balai Besar.
Saya yang dinjuk balai besar, kalau panel yang digunakan langsung dikirim dari balai besar. Kalau papan proyek memang dari balai besar tidak ada, saya mau jelaskan juga memang tidak ada ,” kata Jaja.
Alih-alih memberikan penjelasan detail, Jaja justru mengarahkan pihak yang tidak puas untuk bersurat langsung ke Balai Besar. “Kalau sampean tidak puas, silakan bersurat ke balai, sapa tau ada jawaban dari sana,” tambahnya.
Pernyataan ini semakin menguatkan dugaan bahwa ketiadaan transparansi ini merupakan masalah kebijakan di tingkat BBWS, dengan sengaja merahasiakan pekerjaan yang dibiayai negara’ bukan sekadar kelalaian pelaksana di lapangan. Pihak masyarakat dan petani berharap BBWS segera merespon temuan ini.(Wal)







