Mataram NTB
tribun Tipikor .Com
– Dugaan praktik tidak transparan kembali mencuat di lingkup Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Gubernur NTB diduga memindahkan sejumlah proyek yang telah terdaftar resmi dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) tanpa mengikuti prosedur hukum dan administrasi yang semestinya.
Informasi yang dihimpun dari sumber, dugaan pemindahan proyek ini mencuat pada 6 Oktober 2025, ketika perwakilan masyarakat mendatangi Dinas Pertanian Provinsi NTB untuk mempertanyakan dua proyek Jalan Usaha Tani (JUT) yang telah tercantum dalam DPA tahun berjalan. Kedua proyek tersebut adalah:
- JUT Lenang Kukin, Desa Mapin Kebak, Kecamatan Alas Barat, Kabupaten Sumbawa (No. DPA: 5.1.02.01.01.0039)
- JUT Kalimian, Desa Mokong, Kecamatan Moyo Hulu, Kabupaten Sumbawa (No. DPA: 5.1.02.01.01.0039)
Namun, menurut warga yang datang, proyek tersebut tiba-tiba tidak lagi berjalan sesuai rencana dan lokasi semula. Pergeseran proyek ini diduga kuat dilakukan tanpa melalui mekanisme resmi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan keuangan daerah.
“Cara kerja seperti ini sangat kami sayangkan. Kami menilai Gubernur NTB tidak proporsional dan jauh dari prinsip transparansi. Kalau proyek yang sudah tercatat di DPA bisa dipindahkan seenaknya, di mana letak keadilannya?” ujar salah satu perwakilan masyarakat Sumbawa dengan nada kecewa.
Selain persoalan proyek JUT, masyarakat juga menyoroti anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) senilai kurang lebih Rp500 miliar, yang hingga kini tidak pernah dikucurkan ke Kabupaten Sumbawa. Kondisi ini memperkuat kekecewaan masyarakat yang menilai bahwa daerah mereka dianaktirikan oleh pemerintah provinsi.
“Kami merasa dibohongi dan dianaktirikan. Padahal dulu kami percaya pada pemimpin yang kami anggap jujur. Sekarang kami melihat wajah lain dari kekuasaan,” tambahnya.
Masyarakat berharap Gubernur NTB segera memberikan penjelasan terbuka dan menempuh langkah perbaikan agar tata kelola anggaran daerah kembali berjalan sesuai aturan.
Sebagai penutup, masyarakat Sumbawa mengingatkan agar publik tidak lagi mudah percaya pada “pengemis suara” yang hanya datang dengan janji manis saat pemilu, namun mengabaikan amanah setelah duduk di kursi kekuasaan.







