Karawang, Tribuntipikor Online —
Seorang pekerja bangunan bernama Sarwita, warga Kp. Selang RT 01/RW 014, Desa Bantarjaya, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi, mengaku mengalami perlakuan tidak manusiawi saat menjalani pemeriksaan di Satreskrim Polres Karawang.
Kejadian bermula pada 1 Oktober 2025, ketika Deden, warga Perumahan Klari, melaporkan dugaan pencurian emas milik istrinya senilai Rp100 juta. Saat laporan dibuat, Sarwita diajak langsung oleh Deden ke Polres Karawang untuk dimintai keterangan.
Namun sebelum dibawa ke kantor polisi, HP dan KTP milik Sarwita terlebih dahulu disita oleh Deden bersama istrinya, Amelia, serta dua saudaranya, dengan alasan akan diamankan dan diserahkan ke tokoh warga di perumahan saat mediasi. Anehnya, saat pemeriksaan selesai menjelang Subuh, HP dan KTP justru dikembalikan oleh pihak penyidik, bukan oleh pihak yang sebelumnya menyita.
Sarwita mengaku bahwa selama pemeriksaan di ruangan Jatanras, ia mendapat tekanan fisik dan intimidasi.
“Mata saya ditutup lakban hitam, tangan diborgol, bahkan sempat dipukul sampai jatuh tersungkur lalu dibangunkan lagi. Pemeriksaan dari sekitar jam 12 malam sampai hampir Subuh,” ujar Sarwita dengan wajah lesu.
Lebih mengejutkan lagi, menurut pengakuannya, seorang oknum petugas sempat berpesan agar kejadian di dalam ruangan tidak sampai bocor ke media sosial.
Kuasa hukumnya, Nasrullah, S.H. dari Kantor Hukum NS & Partner, menilai tindakan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan hukum.
“Proses BAP tidak bisa langsung dilakukan saat laporan baru dibuat. Harus ada tahapan pemanggilan resmi, bukti awal yang cukup, dan pendampingan hukum. Kalau benar ada kekerasan fisik, maka ini sudah masuk pelanggaran kode etik bahkan pidana,” ujar Nasrullah.
Ia menegaskan pihaknya akan melaporkan kejadian ini ke Propam Polres Karawang untuk memastikan ada evaluasi terhadap oknum yang diduga terlibat dalam tindakan intimidatif dan penyalahgunaan prosedur.(Red)





